In Paris

S__82739205 (2)

ITS A LONG FF. Happy reading!

**

 

Jang Surin, gadis yang kini tengah menikmati makan malam luar biasanya, masih begitu terperangah akan pemandangan yang ia lihat dengan kedua matanya sekarang ini. Surin mengkategorikan makan malamnya hari ini sebagai makan malam yang luar biasa karena saat ini ia tengah berada di restaurant bernama Walking On The Clouds yang terdapat di salah satu gedung tertinggi yang ada di Seoul, 63 Building.

 

Bagaimana tidak luar biasa? Selain makanan ala Western yang kini tersaji didepannya dan penampilan musik klasik yang dapat disaksikannya, pemandangan yang ia lihat dengan kedua matanya sekarang ini begitu indah. Surin sendiri sampai tidak bisa menggambarkannya terkecuali dengan menyisipkan kata indah pada ratusan ribu lampu dari seluruh bangunan yang ada dipenjuru Seoul, pemandangan Sungai Han yang seolah membelah daratan tersebut, dan bahkan Namsan Tower yang kini dapat ia lihat dengan begitu jelas. Dari tempatnya duduk saat ini, Surin merasa kedua matanya benar-benar bisa melihat seluruh isi Seoul dan itulah yang Surin katakana sebagai definisi luar biasa.

 

Surin mungkin sudah akan mengeluarkan ponselnya untuk mengabadikan pemandangan tersebut kalau saja ia tidak kesini untuk makan malam bersama keluarga suami serba sempurnanya, Oh Sehun.

 

Surin yang salah tingkah karena pikiran itu tiba-tiba melintas di otaknya, segera meraih gelas berisi air putih dan meminumnya perlahan guna membasahi tenggorokannya yang terasa begitu kering. Sesekali ia melirik Sehun, laki-laki yang kini mengenakan tuxedo dengan dasi yang menghiasi kemeja putih dibalik jas hitamnya itu, namun hal tersebut tidak membantunya untuk menghilangkan rasa gugupnya. Surin malah semakin gugup ketika ia melihat laki-laki berperawakan tenang itu masih asik dengan makanannya sendiri.

 

Sehun sangat tampan, bahkan dengan wajah datarnya. Mungkin itulah yang membuat Surin menjadi semakin gugup ketika ujung matanya berusaha mencuri pandang kearah laki-laki yang sudah selama lima bulan terakhir ini menjadi bagian terpenting dalam hidupnya itu.

 

Surin tahu bahwa dari awal pernikahannya dengan Sehun hanyalah sebuah pernikahan yang terlaksana dengan penuh keterpaksaan. Dimulai dari perjanjian klise yang dibuat kedua belah orangtua mereka sewaktu jaman sekolah dulu, sampai akhirnya merekalah yang harus terlibat lebih jauh seperti sekarang ini.

 

Namun Surin menyayangi Sehun. Ia menyayangi Sehun lebih dari apapun, meskipun pertemuannya dengan Sehun masih terhitung begitu singkat.

 

Surin pertama kali bertemu dengan Sehun tepat satu tahun yang lalu. Saat itu kedua orangtuanya memberitahunya bahwa mereka baru bertemu dengan teman lama mereka sewaktu disekolah dulu. Entah bagaimana caranya, seminggu kemudian baik keluarga Surin maupun Sehun mengadakan makan malam bersama yang sederhana dirumahnya. Disitulah informasi mengenai perjodohan yang saat itu bagi Surin sangat terdengar konyol itu diutarakan dari orangtua mereka.

 

Selepas makan malam tersebut, Surin pergi keluar rumah untuk menangis disalah satu mini market dekat komplek rumahnya. Baginya, pernikahan adalah sesuatu yang besar. Yang ada dipikirannya saat itu adalah fakta bahwa dirinya bahkan belum pernah berpacaran seumur hidupnya, bagaimana bisa ia menikah dengan tiba-tiba? Ia juga bertanya-tanya apakah capaian karirnya saat ini sebagai kepala tim kreatif majalah fashion akan terhenti begitu saja ketika ia menikah nanti?

 

Surin yang saat itu sibuk menangis sama sekali tidak menyadari keberadaan laki-laki bertubuh tinggi yang duduk disebelahnya. Laki-laki itu menyodorkan sapu tangan miliknya dan saat itulah Surin tahu bahwa laki-laki itu adalah Oh Sehun, orang yang akan menjadi pasangan hidupnya.

 

“Tidak apa, semua akan baik-baik saja.”

 

Surin bahkan masih ingat jelas nada suara menenangkan Sehun saat itu.

 

Dari situlah semuanya bermula. Dari situlah tali yang mengikatnya dengan Sehun terikat jauh lebih erat. Dan dari situlah perasaannya terhadap Sehun tanpa ia sadari mulai bertumbuh.

 

“Surin, malam ini kau terlihat sangat cantik. Gaun berwarna bludru itu adalah pilihan yang sangat tepat dan elegan. Dan kata Sehun, kau juga yang memilihkan tuxedo yang ia kenakan saat ini? Itu benar-benar menggemaskan.” Suara Nyonya Oh, ibu mertuanya, membuat Surin tertawa kecil seraya menuturkan kata terima kasih. Surin hanya tidak menyangka bahwa Sehun melaporkan hal sekecil itu pada ibunya. Hal itu berhasil membuat senyuman diwajah Surin semakin merekah.

 

Ayah kandung Sehun yang tidak lain tidak bukan adalah Tuan Oh pun tertawa kecil sembari menyetujui ucapan istrinya barusan. “Apalagi karena kita melihatnya dari sini dimana kalian berdua duduk berdampingan. Kalian berdua terlihat benar-benar serasi.” Timpalnya dan kini Surin sudah melirik kearah Sehun yang tampak tidak begitu peduli dengan pujian-pujian dari kedua orangtuanya.

 

Sehun meletakan pisau dan garpu yang sedari tadi ia gunakan, lalu mengelap ujung bibirnya sendiri dengan serbet yang berada disebelah piringnya. “Jadi, bisakah kita langsung menuju inti dari makan malam ini? Sebenarnya pengumuman penting apa yang ingin Ayah dan Ibu sampaikan pada kami?” Tukasnya membuat Surin langsung menoleh kearah kedua orangtua Sehun. Betul juga, Surin tidak bisa memungkiri bahwa dirinya turut penasaran akan hal tersebut, bahkan disepanjang jalan menuju kemari, Surin tidak bisa berhenti memikirkan informasi apa yang sebenarnya akan disampaikan kedua orangtua Sehun sampai-sampai mereka harus meminta Sehun dan Surin untuk makan malam bersama.

 

“Ini tentang perusahaan, Sehun.” Tuan Oh menghela napas, begitupula dengan Nyonya Oh yang berada disampingnya saat ini.

 

Baiklah, Surin seketika merasa buta akan hal yang hendak mereka bicarakan. Surin tidak tahu menahu mengenai perusahaan besar yang dikelola Sehun dan keluarganya sejak dari berpuluh-puluh tahun itu. Yang Surin tahu hanyalah keluarga Oh memiliki lebih dari 60 perusahaan property yang tersebar dibeberapa bagian dunia dengan nama Oh Property Corporation dan Sehun adalah pewaris utama perusahaan tersebut. Perusahaan property milik mereka adalah yang terbesar di seluruh penjuru Korea Selatan sampai-sampai saat ini seluruh real estate yang tersebar dikota-kota besar negara tersebut adalah dibawah kepemilikan Oh Property Corporation.

 

Baiklah, seharusnya Surin tidak menyebut ‘hanya’ diawal kalimatnya barusan karena fakta tersebut bukanlah sekedar ‘hanya’. Itu adalah sebuah fakta yang luar biasa besar.

 

Sehun bergeming. “Ada masalah apa dengan perusahaan? Aku rasa semuanya berjalan baik-baik saja selama aku memimpin.” Jawab laki-laki itu dengan seadanya.

 

“Perusahaan kita tengah diambang bahaya, Oh Sehun. Kita benar-benar dalam situasi gawat darurat saat ini.” Nyonya Oh berujar dan bagaimanapun, yang barusan itu terdengar sangat mendramatisir ditelinga Surin. Bahkan ketika kini perempuan paruh baya namun berparas luar biasa cantik itu terlihat mengambil serbet untuk menghapus air mata yang bahkan tidak terlihat keluar dari kedua mata bulatnya, Surin masih merasa bahwa semua begitu terdramatisir.

 

“Ibumu betul, Sehun. Kita harus segera melakukan sesuatu untuk mencegah kemungkinan terburuk bagi perusahaan kita.” Kini giliran Tuan Oh yang terdengar begitu mendramatisir, membuat Sehun dan Surin sempat bertatapan untuk beberapa detik, saling mempertanyakan apa maksud dari semua yang mereka dengar barusan.

 

“Dan untuk itu, kita benar-benar memerlukan bantuan Surin.” Nyonya Oh memegang satu tangan Surin seraya menepuknya beberapa kali.

 

“Sebenarnya ada apa?” Sehun berujar tidak sabaran membuat kedua orangtuanya saling bertatapan lalu mengangguk bersamaan.

 

“Perusahaan kita tidak memiliki penerus lagi selain dirimu. Kita harus segera memperoleh penerus baru dan semua hanya bisa dilakukan dengan bantuan Surin. Surin, bantu keluarga kami, ya?”

 

Surin langsung terbatuk berkali-kali mendengar ucapan Nyonya Oh. Ia baru mengerti semua percakapan ini mengarah kemana. Semua mengarah pada permintaan kedua orangtua Sehun mengenai keturunan darinya dan laki-laki yang kini tengah menepuk punggungnya pelan-pelan seraya menyodorkan segelas air putih yang langsung Surin terima, bermaksud membantu Surin untuk memberhentikan batukannya.

 

“Mulai sekarang Surin akan ikut kemanapun kau pergi dinas. Termasuk perjalanan kerja menuju ke Paris besok hari.” Nyonya Oh berujar membuat Surin kembali terbatuk sementara Sehun hanya memandang ibunya dengan tidak percaya.

 

“Bu, yang benar saja? Aku tidak pergi untuk jalan-jalan. Semua adalah tentang pekerjaan dan bagaimana bisa aku membawanya kesana? Ditambah lagi Surin harus ikut dengan perjalanan dinasku ke Paris esok hari? Tidakkah itu terlalu mendadak? Mengapa tidak perjalanan dinasku yang berikutnya saja? Kalian baru memberitahu hari ini jadi bagaimana bisa—” Sehun menyelak, membuat ibunya yang terlihat gemas langsung menyuruhnya diam, begitupula ayahnya yang saat itu memandang Sehun dengan tatapan tidak sukanya.

 

“Inilah permasalahannya, Oh Sehun. Kau terlalu sibuk dengan pekerjaanmu sampai-sampai kau selalu menunda waktu bulan madumu dengan Surin. Kau tahu tidak kalian sudah menikah berapa lama? Lima bulan dan tanpa bulan madu sekalipun!” Ujar Tuan Oh sementara Sehun yang baru mau membantah langsung terhenti ketika ibunya meliriknya garang.

 

“Tidak ada cara lain selain mengikut sertakan Surin kedalam perjalanan dinasmu. Dengan begitu kau tidak punya alasan lagi untuk menunda waktu bulan madumu.” Nyonya Oh kini berujar dengan penuh penekanan membuat Surin yang baru selesai terbatuk langsung kembali meminum air putihnya sendiri.

 

“Surin, kau tidak keberatan, kan?” Tanya Nyonya Oh. Nada suaranya berubah lembut ketika ia berbicara dengan Surin, berbeda dengan nada suaranya beberapa menit lalu ketika ia berbicara dengan anak kandungnya sendiri, membuat Sehun yang menyadari hal itu hanya tertawa tidak percaya.

 

Surin sebenarnya senang. Ia benar-benar senang karena itu artinya ia akan berada dekat dengan Sehun dalam waktu yang jauh lebih lama. Ia tidak lagi harus sendirian dirumah besar itu ketika Sehun pergi keluar kota atau keluar negeri untuk perjalanan dinasnya. Perutnya terasa digelitik sesuatu bahkan hanya dengan memikirkan bahwa ia akan menghabiskan waktu berdua lebih banyak dengan Sehun. Semua berhasil membuatnya begitu senang.

 

Namun tidak dengan fakta bahwa Sehun terlihat menolak ide tersebut. Sedari tadi Sehun terlihat gigih untuk menentang permintaan kedua orangtuanya, dan hal itu berhasil membuat Surin sedikit sedih sekaligus kesal.

 

Karena kekesalannya, maka Surin memutuskan untuk membalas dendam pada laki-laki itu.

 

“Tentu saja aku sanggup, Bu. Dengan sangat senang hati aku akan menemani Sehun.”

 

Jawabnya dan detik berikutnya Sehun langsung memandangnya dengan tidak percaya sementara Surin hanya tersenyum senang, persis seperti senyuman yang kini merekah dimasing-masing wajah orangtua Sehun.

 

Perasaannya untuk Sehun sudah cukup lama bersinggah dihatinya. Tidak adil kalau ia harus terus-terusan menanggung perasaan itu sendiri, bukan?

 

Maka kini Surin bertekad untuk menunjukan pada Sehun apa yang dinamakan dengan ‘balas dendam’.

 

**

 

“Jadi seperti ini rasanya berada dipesawat kelas pertama.”

 

Surin membetulkan letak duduknya sendiri. Ia meluruskan kakinya pada bagian kaki kursi pesawat yang beberapa puluh menit lalu mereka atur sehingga duduk mereka saat ini jauh lebih nyaman dari sebelumnya, seraya memperhatikan Sehun yang kini tengah sibuk dengan tablet miliknya sendiri, mengirim beberapa berkas pekerjaan dan mengecek laporan-laporan yang ada pada emailnya. Sehun tidak menjawab pernyataan Surin barusan karena itu lebih terdengar seperti gumaman.

 

“Kita akan berada disana selama empat hari tiga malam. Pekerjaanmu dikantor juga banyak, bukan? Aku sudah melakukan reservasi juga beberapa janji dengan designer butik yang ada disana, siapa tahu itu akan membantu pekerjaanmu.” Sehun berujar santai tanpa melirik kearah Surin yang kini sudah menganga tidak percaya.

 

“Y-yang benar saja?!” Serunya dan dalam sepersekian detik ia dapat melihat laki-laki itu tersenyum kecil. Menurut Surin itu adalah sebuah senyuman pamer karena lagi-lagi ia berhasil membuat Surin terperangah akan apa yang dilakukannya. Baiklah, itu akan sangat mempermudah pekerjaan Surin mengingat ia pun memerlukan bahan untuk artikel-artikel yang harus ia buat dalam waktu dekat ini, tetapi saat ini tujuannya hanyalah satu. Menemani Sehun tanpa memikirkan hal-hal lain.

 

“Kau seharusnya tidak perlu melakukan hal itu.” Surin memeluk lengan Sehun dan menyandarkan kepalanya dibahu laki-laki itu. Ia meletakan kedua kakinya diatas kedua kaki Sehun yang jauh lebih panjang dari miliknya. Surin dapat melihat Sehun yang sempat memberhentikan gerakan tangannya diatas tablet itu beberapa saat sebelum akhirnya laki-laki itu kembali pada kegiatannya, membiarkan Surin meminjam bahu lebarnya untuk bersandar ria.

 

Surin memang tidak tahu menahu mengenai perasaan Sehun padanya. Laki-laki itu sangat sulit ditebak. Wajahnya yang tidak berekspresi membuat Surin sempat hampir frustasi untuk menebak apakah Sehun sudah menyukainya atau malah membencinya. Tidak ada jawaban dari dua pertanyaan itu. Bagi Surin, Sehun tidak terlihat membencinya, namun disisi lain, laki-laki itu juga tidak terlihat menyukainya.

 

Surin yang tidak ingin terlarut dalam kebingungannya yang lebih lama akhirnya memutuskan untuk melakukan apapun yang ia mau pada laki-laki itu. Kenyataannya, sedari dulu Sehun sama sekali tidak memprotes apabila Surin memeluk lengannya ataupun meminjam bahunya untuk bersandar.

 

Sehun membiarkan Surin melakukan apapun padanya. Memeluknya sebelum pergi bekerja, membetulkan dasinya, menggandeng tangannya saat mereka pergi ke supermarket disetiap hari Minggu untuk menemani Surin berbelanja kebutuhan rumah, dan hal-hal lain yang normal dilakukan pasangan diluar sana.

 

Terkecuali mungkin yang lebih intens daripada itu.

 

Jantung Surin seolah berhenti hanya dengan memikirkannya. Surin masih tahu batasan, ia tidak pernah melakukan hal yang lebih jauh dari sekedar memeluk laki-laki itu.

 

Mungkin karena Surin tahu ia harus melakukannya lebih dulu, dan sampai kapanpun juga ia tidak akan pernah mempunyai keberanian besar semacam itu.

 

Lamunan Surin buyar ketika ia mendengar suara khas Sehun menyapa telinganya. “Mengapa kau mau menemaniku jauh-jauh seperti ini? Nanti kau akan sendirian dan bosan di hotel. Memangnya kau tidak keberatan?”

 

Surin menggeleng dan mengeratkan pelukannya pada lengan Sehun. “Aku tahu kau tidak akan membiarkan aku bosan. Buktinya kau bahkan memikirkan kegiatan yang akan aku lakukan ketika nanti kau tengah sibuk bekerja.” Surin tertawa mengingat reservasi butik yang Sehun lakukan untuknya.

 

Sehun hanya berdeham. “Tapi aku keberatan.” Surin tahu kini ia tengah menyangkal hanya untuk mempertahankan apa yang ia sebut sebagai gengsi.

 

“Karena harus menghabiskan waktu lebih banyak denganku?” Surin bertanya di detik berikutnya dan Sehun malah mengiyakan pertanyaan gadis itu.

 

“Betul.”

 

“Kurang ajar.” Ujar Surin santai lalu ia mengeratkan pelukannya pada lengan Sehun dan memperbaiki letak kepalanya dibahu lebar laki-laki itu sehingga kini dagunya bertengger pada bahu laki-laki itu. Jarak wajah mereka yang cukup dekat membuat kedua manik mata mereka kini saling beradu pandang.

 

“Aku memang kurang ajar.” Sehun berujar membuat Surin tertawa kecil, seolah menantang laki-laki itu.

 

“Dan sayangnya aku tidak peduli.” Surin tersenyum manis lalu kembali menyandarkan kepalanya pada bahu Sehun seraya memejamkan kedua matanya.

 

Surin dapat langsung menyimpulkan bahwa ia dan Sehun memang terlibat dalam sebuah hubungan yang aneh.

 

Entah sampai kapan Surin bisa bertahan dengan keanehan tersebut.

 

**

 

Sehun dan Surin sampai di Paris, Prancis pada pagi hari. Dari bandara internasional Charles De Gaulle mereka menaiki mobil bertipe Mercedes Benz yang sudah disiapkan untuk menjemput mereka setibanya mereka di Paris. Sekretaris pribadi Sehun-lah yang menyetir mobil sementara mereka duduk dikursi belakang.

 

Sesekali Sehun bertanya mengenai jadwalnya selama empat hari kedepan dan Surin yang kini terserang jetlag hanya menguap beberapa kali, merasa mengantuk namun juga antusias karena ini adalah pertama kalinya ia menginjakan kaki di Perancis tepatnya di kota Paris, kota romantis yang selama ini hanya dapat ia temui melalui novel-novel roman picisan yang dibacanya.

 

“Oh Sehun, ini benar-benar hebat. Lihat gedung itu! Bagus sekali!” Surin berseru antusias sementara Sehun disebelahnya tidak menyahut.

 

Mobil mereka melalui restaurant dimana para tamunya makan dimeja-meja yang berada diluar restaurant. Restaurant klasik yang indah seperti yang ada di film-film barat. “Kau tahu film La La Land? Semua restaurant yang kita lewati benar-benar persis dengan yang ada di film itu. Aku bersumpah aku selalu ingin makan di restaurant bernuansa Eropa seperti itu.” Surin berujar lagi, entah ia berbicara pada kaca mobil atau pada Sehun yang masih belum menyahutnya.

 

“Bagaimana kalau kita pergi mengunjungi museum Louvre? Tempat lukisan Mona Lisa berada. Ah, kita juga harus jalan-jalan di Champs Elysees yang adalah jalan terindah didunia! Lalu makan malam bersama di restau—”

 

“Kau bisa melakukannya sendiri. Aku sibuk, seperti yang kau tahu.”

 

Surin berdecak, namun tidak benar-benar kesal dengan perkataan ketus dari Sehun barusan. Kini ia merasa sudah sangat terbiasa dengan celetukan-celetukan ketus dari bibir laki-laki itu. “Tidak masalah, kita bisa melakukannya setelah pekerjaanmu selesai. Betul, kan, Sekretaris Hwang?”

 

Sekretaris Hwang hanya tertawa sembari mengangguk sopan pada Surin melalui kaca spion. “Betul, Bu. Direktur Oh selesai bekerja di jam tujuh malam, tidak akan lebih dari itu.” Jawabnya.

 

“Sekretaris Hwang!” Seru Sehun, merasa tidak terima karena informasi itu dibeberkan begitu saja.

 

Surin langsung memeluk lengan Sehun. “Kita akan makan di restaurant yang ada di pinggir Sungai Seine. Ah, atau kau mau naik perahu wisatanya sehingga kita bisa makan malam romantis sambil menusuri Sungai Seine?” Surin terkikik sendiri membayangkan kegiatan-kegiatan manis yang akan ia lakukan bersama Sehun selama mereka di Paris.

 

“Itu tandanya adalah mimpi buruk.”

 

“Bagus, kalau begitu jangan bangun.” Timpal Surin membuat helaan napas Sehun semakin berat dari sebelum-sebelumnya dan yang dilakukan gadis itu hanyalah tertawa. Sekretaris Hwang bahkan kini terlihat menahan tawanya sendiri.

 

Alunan musik jazz milik Michael Buble mengalun memenuhi mobil, membuat suasana hati Surin semakin baik sehingga kini ia mulai menggerakan kepalanya sesuai irama musik, sementara satu tangannya masih memeluk lengan Sehun.

 

“Aku harus langsung pergi lagi untuk menghadiri meeting dengan klient setelah kita sampai di hotel. Nanti sekretarisku yang lain yang akan mengantar-jemputmu selama kau disini.” Ujar Sehun memberitahu Surin sementara gadis itu tampak mengangguk seraya terus memperhatikan jalanan Paris yang tidak begitu ramai. Bangunan-bangunan artistik berdiri megah disepanjang jalan tersebut membuat Surin tidak henti-hentinya berdecak kagum.

 

Setelah beberapa puluh menit perjalanan, mobil mereka berbelok kearah hotel bertuliskan Pullman Paris Tour Eiffel Hotel. “Luar biasa, kita akan menginap di hotel itu? Dengan pemandangan langsung yang mengarah ke Eiffel Tower?” Surin spontan menengok kearah Sehun dan laki-laki itu mengangguk.

 

“Ibuku yang memilih hotelnya. Aku sudah berkata padanya bahwa tidak ada yang spesial dari melihat Eiffel Tower sambil tidur, namun ia tetap memilih hotel ini. Ia bahkan memesan kamar dilantai yang mendapatkan pemandangan paling bagus menuju Eiffel Tower.” Sehun berujar dengan decakan sementara mobil melaju menuju lobby hotel mewah tersebut.

 

Surin begitu terpana dengan semua yang dilihatnya sampai-sampai ia tidak sadar bahwa mobil sudah berhenti beberapa menit bahkan kini Sehun sudah membukakan pintu untuknya, menyuruhnya untuk turun. Surin langsung tersadar dari lamunan panjangnya dan berdiri dihadapan laki-laki yang kini mengenakan mantel cokelat itu.

 

“Aku harus pergi lagi. Selamat beristirahat.” Ujar Sehun pendek sementara Surin berjalan mendekat kearahnya untuk membetulkan letak dasi laki-laki itu.

 

“Hati-hati. Sampai bertemu di jam tujuh malam.” Surin berujar dengan senyuman polosnya membuat Sehun hanya tertawa tidak percaya, merasa bahwa gadis yang berada didepannya sekarang ini sangatlah keras kepala.

 

“Aku tidak akan kemana-mana jam tujuh malam.”

 

“Kau akan, dan kau harus.” Surin memeluk Sehun, melakukan kebiasaannya sebelum benar-benar melepas Sehun pergi bekerja. Surin menghirup aroma tubuh Sehun sebanyak-banyaknya, kemudian setelah ia merasa cukup, ia melepaskan pelukan mereka dan tersenyum senang pada Sehun.

 

“Kau benar-benar keras kepala.” Komentar Sehun membuat gadis itu hanya menunjukan deretan gigi putihnya yang rapi kemudian berjalan menjauhi Sehun seraya melambaikan tangannya beberapa kali sementara laki-laki itu hanya memperhatikannya sembari menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa kali.

 

**

 

Surin menghabiskan berjam-jam hanya untuk mengagumi isi kamarnya dan Sehun saat ini. Kamar itu memiliki satu jendela besar yang didesign sedemikian rupa sehingga tamu yang menginap di kamar tersebut bisa merasakan tidur dengan pemandangan langsung menghadap ke Eiffel Tower. Surin yakin ia akan semakin terpana ketika malam hari tiba dimana menara itu akan dihiasi dengan cahaya lampu iluminasi yang membuatnya semakin indah untuk dipandang.

 

Tidak hanya jendela dan balkon itu yang adalah favorite Surin, design kamar yang bernuansa Eropa itu benar-benar membuatnya seolah berada dibelahan dunia yang lain. Surin menjatuhkan tubuhnya sendiri di kasur berukuran king size itu sambil menatap langit-langit kamar hotel yang indah itu.

 

“Jam tujuh malam. Museum Louvre.” Surin berujar senang kemudian menutup wajahnya sendiri yang tidak kuasa membayangkan dirinya akan melakukan kencan pertama diluar negeri bersama pangeran berkuda putihnya yang tidak lain tidak bukan adalah Sehun.

 

Surin tidak habis pikir mengapa ia sangat mencintai laki-laki itu. Ya, harusnya banyak alasan. Sehun tampan, tubuhnya tinggi dan sangat proporsional, fisiknya benar-benar tidak diragukan lagi. Lalu ia juga mapan, kelewat mapan sampai-sampai terkadang Surin harus pusing sendiri. Namun dibalik semua itu, Surin menyukai sifatnya yang sulit ditebak.

 

Sehun terkadang bisa jadi manusia sedingin es yang pernah Surin kenal, namun laki-laki itu juga bisa menjadi seorang laki-laki penyayang. Bahkan kalau Sehun sedang sakit, laki-laki itu akan menjadi manusia paling manja seantero bumi. Baiklah, mungkin deskripsi Surin agak sedikit berlebihan.

 

Tetapi Surin hanya menyampaikan fakta. Sehun selalu berujar ketus padanya, tapi ia tidak pernah sekalipun menolak apapun yang Surin inginkan. Sehun selalu bertindak seolah-olah ia tidak mau, tapi akhirnya laki-laki itu akan melakukannya juga.

 

Pernah suatu hari Surin tengah dalam waktu datang bulannya. Moodnya selama di kantor tidak baik, terutama ketika ia sampai dirumah dan mendapati Sehun memakan ice cream yang ia simpan di kulkas. Saat itu Surin marah dan memutuskan untuk tidur tanpa mengucapkan apapun pada Sehun.

 

Malam harinya, Surin mengalami kram pada perutnya. Sehun terbangun dan menanyakan keadaan Surin, namun gadis yang masih marah karena ice creamnya dihabisi itu hanya terdiam tanpa membalas apapun. Sehun kemudian untuk pertama kalinya memeluk Surin dari belakang.

 

“Maaf, aku tidak tahu kalau waktumu sedang tiba. Aku malah memakan ice cream-mu. Besok aku akan membelikanmu yang baru.”

 

Keesokannya, yang Surin temukan adalah kulkasnya penuh dengan ice cream vanilla.

 

Sehun sebegitu tidak bisa ditebaknya.

 

Satu hari ia bisa sangat manis, namun dihari berikutnya ia bisa menjadi manusia paling ketus yang pernah Surin kenal.

 

Tapi Surin rasa itulah yang membuatnya jatuh dalam perasaan tidak berujung pada laki-laki itu.

 

Lamunan Surin akan pangeran berkuda putihnya buyar ketika seseorang mengetuk pintu kamarnya. Surin membuka pintu tersebut dan seorang perempuan berseragam rapi mengaku sebagai sekretaris Sehun yang akan membawanya mengunjungi butik-butik yang sudah di reservasi oleh Sehun.

 

Setelah beberapa belas menit Surin bersiap-siap, ia pergi ditemani dengan Sekretaris Kang menuju butik pertama yang Sehun reservasi. Surin menganga lebar karena butik itu adalah butik ternama, Loius Vuitton. Surin berkesempatan untuk bertemu dengan Executive Director Louis Vuitton dan mereka berbincang banyak mengenai dunia fashion era milenial ini. Surin banyak menemukan informasi dari Michael Burke, sehingga tangannya terus menari diatas laptopnya.

 

“Marie Claire adalah salah satu majalah favoritku. Aku tidak tahu kalau manajer tim kreatifnya adalah istri dari teman kerjaku sendiri.” Ujarnya dalam bahasa Inggris membuat Surin tersenyum senang.

 

“Suamiku tidak pernah berkata padaku bahwa ia memiliki teman sehebat dirimu. Kita harus terus berhubungan baik, Mr. Burke.” Ujar Surin dan Executive Director itu langsung menjabat tangan Surin.

 

“Tentu saja, kau bisa menghubungiku langsung apabila ingin mengadakan kerjasama. Aku akan dengan senang hati mengatur semuanya.” Michael Burke kemudian tersenyum ramah membuat Surin kini tidak habis pikir dengan laki-laki berparas datar bernama Oh Sehun itu. Bagaimana bisa ia berteman dengan Executive Director Louis Vuitton? Sampai kapanpun Surin memang tidak akan bisa menebaknya.

 

Setelah obrolan seru diantaranya dengan Tuan Burke, ia berpamit diri. Begitu banyak informasi penting yang diperolehnya dan begitu banyak pula cinderamata yang diberikan Tuan Burke pada Surin dari tokonya yang memiliki nama terbesar diseluruh penjuru dunia itu.

 

Belum sempat Surin terkagum-kagum akan siapa yang diwawancarainya tadi, sekarang ini Sekretaris Kang membawa Surin ke butik lainnya. Butik ini memiliki salon tersendiri dilantai pertama, dan koleksi baju juga sepatu dilantai dua. Surin diharuskan mengikuti rangkaian perawatan juga memilih koleksi baju terbaru mereka.

 

Begitu seterusnya sampai kira-kira enam butik yang ia kunjungi dalam satu hari. Surin sibuk mengabadikan apa yang ditangkap matanya dengan kamera SLR, yang adalah kamera kesayangannya sekaligus peralatan terpenting dalam pekerjaannya.

 

Surin bahkan berhasil menciptakan banyak artikel setiap kali ia berpindah butik, dan sampai saat ini, ketika ia sudah kembali ke hotelnya dan terduduk diatas kasurnya yang nyaman itu, ia masih tidak bisa berhenti menulis.

 

“Wah, Oh Sehun, kau benar-benar mengerikan karena begitu mencengangkannya.”

 

Kata-kata itu keluar dari mulut Surin begitu saja. Ia berjalan menuju pantry yang terletak diujung kamarnya seraya membuka kulkas untuk membasahi tenggorokannya yang terasa begitu kering setelah beberapa jam terpaku pada serentetan pekerjaannya. Surin kelelahan. Petualangannya dalam satu hari ini adalah petualangan luar biasa yang ia rasa hanya dapat ia temui dimimpi.

 

Namun sepanjang ia melewati petualangan hebat dan tak terduganya itu, yang Surin pikirkan sepanjang hari hanyalah Sehun, membuat gadis itu kini malah merindukan sosoknya.

 

Langit sudah berubah menjadi gelap dan jam dinding sudah menunjukan angka setengah tujuh. Surin seketika merasa sangat antusias mengingat bahwa hanya dalam tiga puluh menit kedepan ia akan bertemu dengan Sehun. Surin berjalan senang seraya mencari pakaian apa yang akan dikenakannya sebelum akhirnya ia mengambil sebuah terusan cokelat diatas lutut yang sederhana.

 

Setelah membilas diri dan berganti pakaian, Surin memutuskan untuk merias wajahnya dengan riasan sederhana dan menata rambutnya, membiarkan bentuk gelombang bergantung dibagian bawah rambutnya yang ia biarkan terurai. Tidak lupa ia mengenakan topi baret yang sangat identik dengan trend fashion yang ada di Paris. Surin terkikik ketika ia sadar bahwa mimpinya mengenakan topi baret di kota romantis itu benar-benar menjadi kenyataan sekarang. Gadis itu kemudian memandangi pantulan dirinya sendiri melalui sebuah kaca besar yang terletak tidak jauh dari lemari pakaian kamar hotel tersebut. Ia memutar tubuhnya beberapa kali, merasa puas dengan terusan manisnya, juga topi baretnya yang semakin mempermanis tampilannya malam itu.

 

Surin kemudian mengambil ponselnya dan menekan tombol satu pada layar sentuh tersebut. Beberapa detik kemudian panggilan menuju nomor Sehun pun tersambung. Ia tersenyum senang ketika mendengar suara laki-laki itu menyapa telinganya di detik berikutnya, merasa seolah-olah Sehun memang tengah menunggu untuk ia hubungi.

 

“Kita jadi berkencan kan, malam ini?” Ujar Surin tanpa berbasa-basi.

 

“Sekarang ini setengah delapan. Bagaimana bisa kau telat tiga puluh menit dari rencana yang bahkan kau atur sendiri itu?” Suara protesan Sehun saat ini langsung berhasil membuat Surin tertawa terbahak.

 

“Jadi, Direktur Oh yang terhormat ini sedari tadi menungguku? Wah, katanya kau tidak mau pergi kemana-mana jam tujuh malam.” Ledek Surin dan ia dapat membayangkan bagaimana kedua alis Sehun saat ini pasti tengah bertaut garang karena ucapannya barusan.

 

“Aish, aku sudah di lobby. Cepat turunlah.” Hanya itu jawaban Sehun dan Surin langsung memekik girang. Dalam kecepatan kilat, Surin mengambil tas kecil selempangnya dan segera bergegas menuju lobby untuk menemui Sehun.

 

Surin tahu Sehun memang tidak akan pernah menolak apapun yang dimintanya.

 

Dan sebenarnya, Surin mulai menanyakan alasan Sehun berperilaku demikian terhadapnya. Surin kini bertanya-tanya mengapa Sehun selalu menuruti semua permintaannya hanya karena semata-mata ia tidak mau mengharapkan sesuatu yang terlalu tinggi dan pada akhirnya malah akan berakhir kecewa.

 

Surin tidak mau berharap bahwa Sehun akan menyukainya.

 

Menurut Surin, Sehun yang tidak membencinya saja sudah merupakan hal yang sangat cukup baginya. Ia benar-benar tidak berani untuk mengharapkan hal yang lebih tinggi daripada itu.

 

Lamunan Surin buyar ketika pintu lift yang membawanya turun pun terbuka. Surin langsung melangkah keluar dan melambaikan tangannya dengan sangat bersemangat ketika ia melihat laki-laki yang adalah suami sahnya itu tengah berdiri untuk menunggunya.

 

“Oh Sehun!” Serunya seraya masih melambaikan tangannya. Surin dapat melihat Sehun tertawa kecil. Surin tahu saat ini Sehun pasti tengah menertawakan tingkah Surin yang terlalu bersemangat, seperti anak kecil yang baru bertemu orangtuanya setelah ditinggal bekerja seharian.

 

Sehun hanya harus tahu bagaimana Surin benar-benar jatuh hati padanya, bahkan hanya dengan melihat laki-laki itu berdiri untuk menunggunya saja berhasil membuat hati kecil Surin kembali jatuh semakin dalam pada sosoknya.

 

**

 

Persis seperti apa yang ingin Surin lakukan ketika ia sampai di Paris, saat ini Surin dan Sehun tengah makan malam disalah satu restaurant bernuansa Eropa. Bangunannya yang terlihat bersejarah seperti bangunan masa Yunani Kuno membuat restaurant itu terlihat begitu apik, ditambah dengan berbagai ornament khasnya. Makanan yang disajikan adalah pasta, salah satu makanan favorite Surin membuat gadis itu sedari tadi tidak bisa berhenti memuji betapa enaknya makanan yang tengah dimakannya, juga betapa indahnya restaurant tersebut.

 

“Pasti seru sekali kalau kita kesini siang hari. Kita akan makan diluar sana dan langsung menghadap ke jalanan seperti yang ada di film La La Land.” Surin berujar pada Sehun yang hanya mengikuti arah pandangnya keluar jendela besar restaurant tersebut yang menghadap ke halaman depan.

 

“Jadi bagaimana harimu? Apa kau menikmati Paris?” Sehun bertanya membuat Surin sempat terdiam beberapa detik, tidak menyangka bahwa seorang Sehun akan tertarik dengan kisah harinya.

 

“Luar biasa. Sangat luar biasa. Aku tidak menyangka kau berteman dengan seorang Michael Burke. Atasanku sampai tercengang membaca artikel yang ku buat karena narasumbernya begitu luar biasa.” Surin berujar panjang sementara Sehun hanya mengangguk-angguk.

 

“Baguslah kalau begitu.” Timpalnya dan kini Surin hanya tersenyum seraya mengucapkan terima kasihnya. “Lalu bagaimana dengan harimu sendiri?” Tanya Surin pada laki-laki yang kini tampak tengah menyesap wine-nya dari sebuah gelas kaca.

 

“Seperti biasa, sibuk. Ditambah lagi besok aku harus menghadiri pesta makan malam yang diadakan oleh salah satu kolega kerja yang adalah teman ayahku. Anak satu-satunya besok berulang tahun.”

 

Surin langsung meletakan garpu dan sendoknya seraya menatap Sehun dengan antusias. “Aku mau ikut!”

 

Surin menangkupkan kedua telapak tangannya seolah memohon pada Sehun. “Aku ikut, ya? Kau pernah baca novel romantis? Biasanya kalau ada acara makan malam seperti itu, pemeran utama laki-laki akan menggunakan kesempatan itu untuk memperkenalkan pasangannya.”

 

Sehun tertawa membuat Surin sedikit sakit hati. “Kenapa malah tertawa, sih?”

 

Surin hanya berharap Sehun tidak benar-benar melakukan apa yang ada diotaknya saat ini. Otaknya berkata bahwa Sehun malu memiliki istri seperti Surin sampai-sampai ia menolak untuk mengajak Surin bertemu dengan kolega kerjanya. Surin benar-benar sedang mati-matian menampik apa yang otaknya pikirkan itu, sehingga kini Surin berharap Sehun akan mengatakan sesuatu yang lain. Apapun itu, asalkan jangan hal yang dipikirkannya tadi.

 

“Intinya jangan. Lain waktu saja. Aku belum siap.” Ujar Sehun dan Surin merasa lega, meskipun ia juga tidak bisa menutupi fakta bahwa perasaan sedih masih melingkupi sebagian hatinya. Surin buru-buru menggelengkan kepalanya dengan cepat, berusaha mengusir segala bentuk pikiran negatif yang akan merusak malamnya dengan Sehun.

 

Surin harus yakin bahwa seperti yang dikatakan laki-laki itu, ia hanya merasa belum siap. Sehun bahkan berkata ‘lain kali’, yang menandai bahwa Surin masih memiliki begitu banyak kesempatan untuk melakukan hal tersebut. Itu tandanya tidak ada yang perlu Surin khawatirkan.

 

Surin hanya perlu menunggu sampai Sehun merasa siap.

 

Iya, ia ternyata memang masih harus menunggu dan menunggu lagi.

 

Surin terdiam, menatap laki-laki sempurna yang berada didepannha saat ini. Surin memberanikan tangannya untuk bergerak ke wajah Sehun guna menghapus saus pasta yang berada diujung bibir laki-laki itu dengan menggunakan serbet yang dipegangnya. Surin hanya tersenyum senang ketika Sehun memandangnya lambat-lambat, terkejut akan hal tersebut.

 

“Habis ini kita ke Museum Louvre, ya! Kau tidak boleh menolak.”

 

**

 

Museum Louvre, museum yang paling ingin Surin kunjungi sedari ia duduk dibangku sekolah, mengingat Surin remaja begitu menyukai buku bacaan bergenre romantis yang kebanyakan diantaranya selalu menjadikan Paris sebagai latar tempat cerita. Surin tidak menyangka saat ini dirinya benar-benar sedang menjadi pemeran utama perempuan dalam novel tersebut yang menggandeng pangeran berkuda putihnya untun menyusuri bangunan indah tersebut.

 

Surin sesekali sibuk dengan kameranya, mengabadikan koleksi-koleksi museum tersebut sementara Sehun dengan setia masih menemani Surin disampingnya.

 

Selain bangunannya yang indah dan megah, museum tersebut dikenal sebagai museum seni dengan pengunjung terbanyak di dunia dan diperhitungkan sebagai salah satu museum terbesar di dunia.

 

Hingga saat ini, Museum Louvre meyimpan 380.000 objek seni dimana hanya 35.000 di antaranya yang ditampilkan. Luar biasa banyak sampai-sampai Surin yakin seratus persen ia pun tidak akan mampu melihat dari seperempatnya saja. Adapun benda-benda seni yang ditampilkan meliputi patung, lukisan, gambar, dan berbagai temuan arkeologi. Semua benda ini dipajang sedemikian rupa selayaknya menghargai benda-benda yang selain memiliki nilai seni juga nilai sejarah yang tinggi.

 

Koleksi Museum Louvre yang paling terkenal adalah lukisan-lukisan karya Leonardo Da Vinci, salah satunya adalah lukisan ‘Mona Lisa’ dan patung Venus de Milo dari zaman Yunani Kuno yang sudah Surin lihat sendiri langsung dengan kedua mata kepalanya.

 

“Ternyata benar, lukisan Mona Lisa itu memang memiliki daya tarik yang sangat kuat. Begitu kuatnya sampai tadi aku merinding!” Ujar Surin pada Sehun sementara kaki mereka kini menuntun mereka ke  halaman Museum Louvre yang sangat luas.

 

Surin melepaskan genggaman tangannya dari tangan Sehun kemudian berlari kecil untuk mengejar beberapa burung merpati yang berada disekitar halaman tersebut. Gadis itu tertawa sembari menolehkan kepalanya pada Sehun yang kini hanya memperhatikan tingkahnya.

 

Wajar jika Surin terlihat sangat antusias selama keberadaan mereka di museum tersebut karena ini adalah kunjungan pertamanya, namun bagi Sehun ini adalah yang kesekian kalinya mengingat setiap kali Sehun ke Paris, ia selalu menyempatkan waktunya untuk datang ke tempat favoritenya itu. Hari ini sedikit berbeda, karena untuk pertama kalinya, Sehun datang ke tempat tersebut bersama seseorang.

 

Seseorang yang selama lima bulan ini dengan ajaibnya menyandang status sebagai istri sahnya. Keberadaan Surin dalam setahun terakhir ini membuat hari-hari Sehun berbeda dan selalu dipenuhi dengan tanda tanya.

 

Entah apa yang ditanyakan, Sehun sendiri juga masih terus berusaha mencari tahu.

 

“Sehun! Foto aku dengan latar belakang piramida kaca itu ya.” Surin berlari menghampiri Sehun dan menarik tangan laki-laki itu menuju bangunan piramida kaca yang menjadi identitas utama Museum Louvre.

 

“Ini adalah spot yang paling mainstream, Surin.” Komentar Sehun namun Surin tidak menghiraukan hal tersebut melainkan sekarang ia sudah menyerahkan kameranya pada laki-laki itu, dan tidak lama kemudian ia sudah berdiri untuk berpose, tidak jauh dari bangunan piramida kaca tersebut.

 

Sehun terus memotret gadis itu, sementara Surin mulai terlihat salah tingkah karena Sehun tidak kunjung berhenti. Hal itu berhasil membuat tawa Sehun terdengar di detik berikutnya. “Aish, jangan menertawakanku dan kemarilah. Kita harus berfoto bersama didepan piramida ini.”

 

Sehun langsung meminta tolong pada kumpulan turis asing yang juga tengah asik berfoto, sebelum akhirnya ia berdiri tepat disebelah Surin dengan tubuhnya yang mendadak kikuk dari ujung kaki sampai ujung kepala.

 

“Please get more closer to each other!” Pinta turis Spanyol itu dengan logat bahasa Inggris yang terdengar aneh seraya tertawa melihat Sehun dan Surin yang kini sama-sama salah tingkah.

 

Sehun berdeham dan menggeser kakinya sehingga kini lengannya bersentuhan dengan bahu gadis yang jauh lebih pendek darinya itu. Sang turis menghitung mundur dan jadilah satu foto kaku mereka berdua didepan piramida kaca yang indah tersebut.

 

“Mungkin anda bisa memeluk bahu kekasih anda agar hasil fotonya bisa terlihat lebih manis, Tuan.” Saran turis itu dan kini Sehun sudah menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, merasa benar-benar tidak tahu harus bagaimana melakukannya. Sehun melirik Surin kemudian ia pun memberanikan diri untuk melingkari lengannya pada bahu Surin, kemudian dengan perlahan memeluk leher gadis itu, membuat sang turis sempat tertawa sebelum akhirnya berhasil mengabadikan foto kedua mereka.

 

“Satu kali lagi!” Ujar sang turis dan kini ia menghitung mundur.

 

“Satu, dua—“

 

Lengan Sehun kini beralih dari leher Surin untuk memeluk pinggang gadis itu, membuat yang diperlakukan demikian sempat terkejut untuk sesaat, sebelum kata ‘tiga‘ disebut oleh turis tersebut dan Surin langsung tersenyum manis ke arah kamera.

 

Sebuah senyuman yang begitu manis, sampai-sampai Sehun yang kini melihat kurva bulan sabit milik Surin pun turut melengkungkan bentukan serupa pada bibirnya.

 

Lagi-lagi tanda tanyalah yang ditinggalkan Surin pada dirinya sekarang ini. Entahlah tanda tanya mengenai apa, seperti yang Sehun katakan sebelumnya, ia sendiri pun masih terus mencari tahu. Surin memang begitu mahir dalam membuatnya kebingungan. Ia memperhatikan gadis itu yang mengambil kameranya dari sang turis seraya sibuk mengucapkan kata terima kasih. Sehun melakukan hal serupa, kemudian berdiri dihadapan Surin yang kini sibuk memperhatikan hasil foto mereka dengan senyumannya.

 

“Berhentilah tersenyum, aku tahu aku tampan.” Ujar Sehun membuat Surin langsung menoleh kearahnya seraya memicingkan kedua matanya, tidak suka dengan pernyataan terlalu percaya diri yang dilontarkan Sehun barusan.

 

“Kau harusnya tahu aku tidak bisa membantah perkataan itu.” Surin menjawab, membuat Sehun tertawa kecil.

 

Sehun kemudian mengikuti Surin yang kini berjalan menuju salah satu bangku panjang, dan menempatkan dirinya disebelah gadis itu. Pandangannya dari tempatnya duduk saat ini begitu indah. Mulai dari bangunan museum, sampai piramida kaca yang berada ditengah-tengah bangunan tersebut. Sehun tersenyum, terutama ketika ia melihat Surin kini sudah sibuk memotret pemandangan tersebut.

 

“Bukan seperti itu yang benar. Sini, aku yang foto.” Sehun mengambil kamera Surin lalu mulai mengutak-atik pengaturan kamera tersebut dan memotret pemandangan yang berada didepannya dan Surin sekarang ini. Ia kemudian memperlihatkan hasil foto itu pada Surin.

 

“Woah, Oh Sehun, sebenarnya apa yang tidak kau bisa?” Komentar Surin seraya memperhatikan foto yang barusan Sehun ambil. “Aku akan mencetak foto ini.” Ujar Surin membuat Sehun hanya tertawa kecil.

 

“Aku tidak bisa menggambar.” Sehun bermaksud untuk menjawab pertanyaan Surin yang barusan, membuat gadis itu langsung menoleh kearah Sehun.

 

“Aku meragukan ucapanmu.” Surin langsung merogoh tas selempang berwarna coklatnya dan mengambil sebuah buku kecil yang adalah catatan sehari-harinya. Seorang wartawan harus membawa catatan kemanapun mereka pergi, dan begitulah fungsi catatan yang kini Surin serahkan pada Sehun berikut dengan pulpennya.

 

“Gambar aku.” Pinta Surin sementara Sehun tertawa. Entah mengapa ketika Sehun bersama dengan Surin, laki-laki itu dapat dengan begitu mudah tertawa akan sesuatu, bahkan meskipun hal tersebut adalah sesuatu yang kecil dan tidak memiliki nilai lucu, seperti permintaan Surin beberapa detik yang lalu.

 

“Baiklah, jangan salahkan aku kalau hasilnya akan membuatmu tertawa terbahak, ya.” Sehun mengubah posisi duduknya menjadi berhadapan dengan Surin yang kini mengangguk antusias, setuju dengan ucapan Sehun barusan.

 

Sehun menaruh perhatian penuh pada sosok Surin yang kini tengah tersenyum manis sambil menatapnya. Rambut panjang Surin terlihat begitu lembut, terutama ketika angin malam berhembus kearahnya dan membuat rambutnya bergerak pelan mengikuti arah angin. Kedua manik mata berwarna hitam pekatnya seolah tengah berbicara pada Sehun dalam bahasa yang tidak ia mengerti. Kedua belah pipi Surin yang berwarna kemerahan membingkai wajah gadis itu dengan sempurna. Mata Sehun kini mengarah pada bibir Surin yang dipolesi lipstick berwarna kemerahan, membuatnya terlihat jauh lebih menawan. Tepat satu detik setelah itu, yang Sehun rasakan saat ini adalah debaran jantungnya bergerak begitu cepat dan tak terkendali, membuatnya tidak mampu melakukan apapun, bahkan hanya untuk menggerakan tangannya diatas kertas kosong tersebut.

 

Seolah mendapatkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang selama satu tahun terakhir menggandrunginya ketika ia bersama dengan gadis itu, Sehun benar-benar hanya mampu terdiam kaku dan merasakan jantungnya terus mengambil kontrol akan dirinya.

 

“Surin, kau sangat cantik.”

 

Sehun bermaksud akan meninju dirinya sendiri apabila kata-kata tersebut meluncur dari bibirnya.

 

“Mana? Mengapa kau tidak kunjung menggambar?” Surin berujar kecewa, membuat lamunan Sehun akan dirinya buyar begitu saja.

 

“Aku sudah bilang aku tidak bisa menggambar. Ayo kita pulang saja.” Sehun mengembalikan buku catatan tersebut dan berjalan lebih dulu, meninggalkan Surin yang kini meneriakinya berkali-kali.

 

Sehun hanya takut jika ia berlama-lama duduk berhadapan dengan Surin, kata-kata yang sedari tadi terus menggema diseluruh penjuru kepalanya benar-benar akan ia ucapkan pada gadis itu.

 

Sehun rasa ia mulai mengerti arti dari tanda tanyanya akan gadis itu.

 

Namun saat ini, biarkan Sehun menampiknya terlebih dulu.

 

**

 

Pagi itu langit bersinar begitu cerah, kumpulan awan seperti kapas tipis berarak-arak bersamaan, mempermanis tampilan langit berwarna biru itu dengan corak putihnya. Burung-burung mulai sibuk berterbangan dan berkicau, seolah mengumumkan bahwa hari baru telah tiba dan sudah saatnya bagi semua orang untuk memulai hari.

 

Tidak hanya burung-burung gereja itu yang sibuk, saat ini Surin juga tengah sama sibuknya. Gadis yang masih mengenakan gaun tidurnya itu kini berjalan kesana-kemari untuk mempersiapkan perlengkapan yang dibutuhkan Sehun, laki-laki yang masih tidur dengan begitu nyenyak diatas kasur.

 

Surin memilihkan satu setelan kerja untuk Sehun kenakan, berikut dengan dasi berwarna biru dongker, selaras dengan warna jasnya. Kemudian mengingat malam ini Sehun ada acara untuk menghadiri ulang tahun anak dari kolega kerjanya, Surin tidak lupa untuk juga menyiapkan satu setelan tuxedo lainnya agar sebelum Sehun pergi ke acara tersebut, Sehun dapat terlebih dulu mengganti pakaiannya dengan pakaian baru yang rapi.

 

Surin tersenyum ketika mendengar petugas house keeping hotel mengetuk pintu kamarnya seraya berseru mengenai sarapan pesanannya yang sudah siap diantar masuk. Surin membukakan pintu tersebut dan langsung meminta tolong pada petugas house keeping itu untuk meletakan makanan-makanan itu di meja yang terdapat di balkon kamar. Surin rasa menikmati makan pagi dengan pemandangan langsung mengarah pada menara Eiffel benar-benar akan sangat menyenangkan sehingga setelah ia mengucapkan terima kasih pada petugas house keeping itu, ia beranjak menaiki kasurnya dan Sehun.

 

Surin bertelungkup, menatap punggung lebar Sehun yang kini membelakanginya. Baru saja ia hendak membangunkan Sehun, laki-laki itu mengubah posisi tubuhnya sehingga kini ia menghadap kearah Surin yang masih bertelungkup. Tidak butuh waktu lama bagi tubuh Surin untuk mencerna perasaan gugup yang seketika melingkupinya sehingga kini ia hanya dapat mematung, memandangi wajah tenang Sehun yang masih larut dalam tidur panjangnya.

 

Surin bersumpah, bagaimana ada orang yang bisa seindah itu bahkan ketika ia tengah tertidur? Ini memang bukan yang pertama kalinya bagi Surin untuk memandangi wajah Sehun ketika laki-laki itu tengah tertidur, namun entah mengapa saat ini rasanya begitu jauh berbeda. Jauh lebih mendebarkan dari yang sebelum-sebelumnya. Mungkin karena pemandangan Sehun yang tengah tertidur itu berlatarkan menara Eiffel yang dapat dilihatnya jelas dari tempatnya saat ini, membuat seluruh suasana berubah menjadi begitu romantis.

 

Atau mungkin karena wajah tenang laki-laki itu, membuat Surin tidak sampai hati untuk membangunkannya dari tidur lelapnya. Atau karena rambut hitam pekat Sehun yang terlihat begitu lembut, berjatuhan dengan perlahan menutupi dahinya. Atau mungkin juga karena bahu Sehun yang begitu lebar, sampai-sampai mungkin saja saat ini Sehun dapat menimpanya yang tengah bertelungkup dengan bahunya yang lebar itu.

 

Entahlah, laki-laki itu hanya begitu sempurna dimata Surin.

 

Surin tertawa kecil ketika melihat Sehun bergerak untuk kembali memunggunginya. Surin kemudian merentangkan satu tangannya untuk memeluk punggung Sehun yang lebar. Setelah beberapa menit berlalu namun Sehun juga belum terlihat terbangun dari tidurnya, Surin meletakan dagunya dibahu laki-laki itu lalu menyentuh sebelah pipi Sehun dengan telunjuknya berkali-kali.

 

“Selamat pagi, tukang tidur. Ayo segera sarapan lalu bersiap-siap. Kau tidak boleh telat hari ini.” Ujar Surin membuat Sehun dengan perlahan membuka matanya dan tersenyum kecil.

 

Sehun selalu suka dengan cara Surin membangunkannya. Sebenarnya ia sudah bangun sedari Surin memandangi wajahnya, hanya saja ia ingin Surin melakukan kebiasaan pagi seperti sebelum-sebelumnya, yaitu memeluknya dari belakang sebelum akhirnya gadis itu benar-benar membangunkannya.

 

Sehun rasa sekarang hal itu sudah menjadi kebiasaannya tiap pagi, menunggu Surin membangunkannya.

 

“Bagaimana tidurmu, nyenyak?” Sehun berujar pada Surin yang kini tengah menyantap sarapannya. “Tentu saja.” Ujar Surin, memperlihatkan kedua matanya yang kini tengah membentuk kedua lengkungan berbentuk bulan sabit. Sehun tersenyum tipis seraya mengangguk dan meminum air putihnya.

 

Makan pagi hari itu terasa menyenangkan bagi keduanya. Saat ini mereka tengah memperhatikan menara Eiffel bersama-sama, melihat birunya langit pagi itu bersama-sama, serta mendengar kicauan burung gereja bersama-sama. Mereka berdua tidak menyadari bahwa yang membuat makan pagi itu terasa menyenangkan pada dasarnya adalah karena mereka melakukannya bersama-sama.

 

“Jadi, kau akan pulang malam kan hari ini?”

 

Sehun mengangguk lagi, menjawab pertanyaan Surin barusan. Hening kemudian melingkupi keduanya didetik berikutnya. “Aku benar-benar tidak boleh ikut ke acara ulang tahun itu?” Surin berujar lagi dan yang didapatkannya hanyalah anggukan kepala Sehun seperti sebelumnya.

 

“Baiklah, jangan sampai kau menyesal karena tidak melihatku dengan balutan gaun yang elegan ya.” Timpalnya pada Sehun yang kini hanya tertawa kecil.

 

Sehun menuangkan susu ke gelas Surin dari sebuah teko yang terbuat dari kaca. Seketika kekesalan Surin karena Sehun masih tidak mau mengajaknya lenyap begitu saja. Ya, Surin selalu luluh begitu saja ketika laki-laki itu menunjukan kepeduliannya bahkan hanya dengan melalui hal-hal kecil seperti menuangkan susu ke gelasnya.

 

Sementara Surin masih dalam keterkejutannya, Sehun memutuskan untuk menghabiskan segelas susu milkinya sendiri dan melahap sisa potongan sandwichnya dengan satu suapan besar. Ia mengelap bibirnya dengan serbet lalu berdiri disamping kursi Surin seraya memperhatikan gadis yang kini hanya menatapnya heran.

 

“Nikmati saja harimu, Surin. Aku siap-siap dulu.” Sehun memegang belakang kepala Surin dengan satu tangannya, dan mengecup puncak kepala gadis itu dengan lembut.

 

Sekali lagi, untuk pertama kalinya Sehun baru saja mengecup puncak kepalanya, membuat kaki Surin langsung lemas ditempat dan otaknya seolah terombang-ambing dari tempatnya.

 

Sejauh ini, selama berjalannya hubungan Surin dengan Sehun, inilah yang pertama kalinya, benar-benar pertama kalinya, Surin merasa hubungannya dengan Sehun bukanlah sesuatu yang dipaksakan. Mengingat selama ini selalu Surin yang ‘bekerja keras’ dihubungan mereka, kali ini Surin merasa kerja keras itu bertimbal balik, membuat hubungannya dan Sehun menjadi begitu normal.

 

 

Surin masih bergeming ditempatnya, sementara laki-laki itu sudah sedari tadi hilang dari pandangannya. Gadis itu masih berusaha mengatur debaran jantungnya yang tidak normal dengan menarik napas kemudian menghembuskannya perlahan-lahan.

 

 

Ketika Surin tengah sibuk sendiri, ponselnya bergetar diatas meja makan itu, menandai adanya panggilan video call yang tidak disangka-sangka adalah dari ibu kandung Sehun.

 

Surin buru-buru mengangkatnya dan mengucapkan salamnya. “Halo, Surin. Astaga, apa sekarang ini aku mengganggu sarapan pagi romantismu dengan Sehun?”

 

Surin tertawa. “Tidak, Bu. Sehun sekarang sudah beranjak dari tempatnya untuk bersiap-siap berangkat kerja.” Lapor Surin membuat wanita paruh baya itu tersenyum senang setelahnya.

 

“Aku menghubungimu pagi-pagi begini karena aku lupa menyampaikan sesuatu saat makan malam kita yang lalu. Hari ini Sehun akan menghadiri acara ulang tahun anak dari kolega kerjanya. Kau temani Sehun malam ini ya, Surin. Aku yakin laki-laki keras kepala itu masih belum mengajakmu. Benar, kan?”

 

Surin menunjukan wajah tidak enaknya. Surin hanya tidak mau memaksa Sehun melakukan sesuatu yang tidak mau laki-laki itu lakukan.

 

“Tapi Sehun berkata ia tidak ingin ditem—“

 

“Apapun katanya, kau harus datang malam ini. Kalau ia tidak mau, berarti kau harus datang diam-diam. Aku akan menyuruh sekretaris Sehun untuk menyiapkan semuanya.”

 

Surin tidak bisa melakukan hal lain terkecuali menyetujui perkataan ibu kandung Sehun. “Bagus. Kalau begitu, nikmati hari kalian ya. Masih dua hari lagi kalian disana, manfaatkanlah waktu kalian dengan sebaik-baiknya untuk menyelesaikan misi kalian.”

 

Surin memutus sambungan video call mereka setelah mengucapkan salam perpisahan. Ia masih tidak mengerti dengan perkataan ibu kandung Sehun yang terakhir. Manfaatkan waktu untuk menyelesaikan misi?

 

Surin menelan ludahnya sendiri ketika sekelebat bayangan makan malamnya dengan orangtua Sehun muncul diotaknya dan berhenti pada ingatan tentang kedua orangtua Sehun yang meminta bantuan Surin mengenai keturunan.

 

Sungguh, membayangkannya saja membuat Surin gugup setengah mati sampai-sampai ia merasa kesulitan untuk sekedar bernapas. Memiliki makhluk kecil yang adalah setengahnya dan setengah Sehun berlarian dihalaman rumah mereka berhasil membuat kedua pipi Surin langsung memanas dengan seketika.

 

Tidak mau berpikir lebih jauh mengenai hal tersebut, Surin mengalihkan pikirannya mengenai apa yang akan ia lakukan malam ini.

 

Kalau ia benar-benar muncul begitu saja tanpa sepengetahuan Sehun sebelumnya, akankah laki-laki itu marah? Surin tidak mau hal itu sampai terjadi, tapi disisi lain, ini adalah kesempatannya untuk menunjukan pada Sehun bahwa dirinya tidak main-main.

 

Surin tidak main-main dengan keinginannya mengenai menjadi istri Sehun yang sesungguhnya. Surin tidak main-main dengan keinginannya membangun rumah tangganya yang sungguhan dengan laki-laki itu.

 

Lagi pula, bukankah Sehun baru saja memberinya lampu hijau beberapa waktu yang lalu?

 

Ia tersenyum senang seraya mengalihkan pandangannya ke menara Eiffel yang terasa begitu dekat dengannya.

 

Otaknya terus mengulang sesuatu, membuat perutnya sendiri seperti digelitik oleh sesuatu; Sehun baru saja mengecup puncak kepalanya.

 

**

Malam itu suasana salah satu restaurant ternama yang berada di Champ Elyses tampak cukup ramai, dipenuhi oleh para tamu khusus yang diundang oleh sang empunya acara. Sehun, salah satu tamu undangan, kini terlihat tampak sibuk bercengkrama dengan para petinggi perusahaan yang adalah kerabat kerjanya.

 

Merasa belum memberi ucapan selamat secara langsung kepada anak dari kolega kerjanya, Sehun segera mencari orang yang ia maksudkan barusan.

 

“Direktur Oh!” Panggil Tuan Park, kolega kerjanya. Disampingnya terdapat seorang gadis dengan balutan gaun panjang berwarna merah gelap, dan Sehun langsung tahu bahwa gadis itu adalah anak satu-satunya Tuan Park.

 

“Halo, Tuan Park. Senang bisa bertemu denganmu lagi setelah sekian lamanya.” Ujar Sehun seraya menjabat tangan Tuan Park. Tuan Park tertawa ramah sementara Sehun langsung beralih pada gadis yang kini tengah menggandeng lengan Tuan Park.

 

“Halo, selamat ulang tahun, um—“ Sehun menggantungkan kalimatnya, tangannya terjulur, bermaksud menanyakan nama gadis itu.

 

Sepersekian detik kemudian anak Tuan Park menjabat tangannya dan berbicara dengan bahasa isyarat membuat pandangan Sehun langsung menjadi tidak enak hati pada Tuan Park. Sehun tidak dapat mengerti bahasa isyarat tersebut sehingga kini ia hanya tersenyum sambil terus memperhatikan gerakan tangan gadis itu.

 

Baru saja Sehun melemparkan pandangan penuh tanya pada Tuan Park, seorang gadis tiba-tiba memeluk lengannya dengan mesra.

 

Surin kini berdiri sembari berbungkuk sopan pada Tuan Park. Sehun langsung menyadari betapa pandangan para tamu undangan sedari tadi mengarah pada gadis itu. Bagaimana tidak? Surin tampak sangat cantik dengan gaun berwarna hitam panjangnya. Bagian belakang gaun tersebut bermodel terbuka sehingga memperlihatkan garis punggung gadis itu dengan jelas, mempermanis penampilannya malam hari itu. Rambutnya yang panjang ia sanggul dengan sebuah jepitan perak yang elegan. Intinya, malam hari itu Surin tampak luar biasa sehingga saat ini Sehun dapat mengerti mengapa mata semua orang tertuju hanya padanya.

 

Sehun terkejut, namun sebisa mungkin ia menyembunyikan keterkejutannya. Ia terkejut akan kehadiran Surin yang tiba-tiba, akan penampilannya yang begitu menawan, dan Sehun kembali dibuat semakin terkejut dengan fakta bahwa saat ini Surin tengah berbicara dengan anak Tuan Park menggunakan bahasa isyarat.

 

Tuan Park tertawa senang melihat percakapan seru itu sementara Sehun seakan langsung tersadar dari keterkejutannya. “Ah ya, Tuan Park, kenalkan, ini istriku, Jang Surin.” Ucapnya lalu Tuan Park mengangguk.

 

“Baru saja aku akan bertanya mengenai istrimu ini. Anakku, Angela, adalah penggemar tulisan-tulisannya. Mengingat Angela bekerja di dunia fashion, ia sangat akrab dengan majalah-majalah fashion ternama. Senang bisa berkenalan dengan anda, Nyonya Oh. Semoga kita bisa terus berhubungan baik.” Ujar Tuan Park.

 

Surin menundukan kepalanya sopan seraya tersenyum. “Dengan senang hati, Tuan Park.” Balasnya lalu gadis itu menggunakan bahasa isyarat untuk sekali lagi mengucapkan selamat ulang tahun pada anak dari Tuan Park tersebut.

 

Setelah Tuan Park dan anaknya berpamit diri untuk menyapa tamu yang lain, Sehun langsung memandangi Surin dengan tidak percaya. Surin hanya tersenyum senang pada laki-laki itu.

 

“Bagaimana kau bisa—“

 

“Berkomunikasi dengan Angela? Wartawan yang baik itu harus mengerti banyak bahasa untuk memahami narasumbernya. Tak terkecuali bahasa isyarat.” Potong Surin seraya mencoba membaca ekspresi datar laki-laki itu. Surin tidak ingin Sehun bertanya mengapa ia berada disitu sekarang ini karena hal itu hanya akan mencederai harga dirinya. Mungkin bukan itu alasan sebenarnya. Surin hanya merasa takut apabila Sehun betul-betul marah karena ia datang ke acara itu tanpa memberitahu Sehun terlebih dahulu. Surin takut kalau sampai Sehun akan menelpon ibunya dan memprotes perintah ibunya yang menyuruh Surin untuk datang ke acara tersebut. Surin tahu hal itu memang tidak akan terjadi, tapi tetap saja Surin merasa sedikit takut.

 

Sehun yang baru akan mengucapkan kalimat lain pun terpotong akibat kehadiran seorang pemuda yang kini menyapa Surin, membuat gadis itu terpaku ditempatnya untuk beberapa saat.

 

“Surin, sudah lama tidak berjumpa. Aku tidak percaya aku akan bertemu denganmu disini.” Pemuda itu berujar sementara Sehun dapat melihat ekspresi terkejut dari wajah gadis itu masih tidak kunjung hilang sejak kedatangan pemuda tersebut didekat mereka.

 

“Do Kyungsoo?!”

 

Surin yang seolah baru sadar dari lamunan panjangnya pun berseru tidak percaya membuat pemuda bernama Kyungsoo itu tertawa kecil seraya menaikan gelas wine-nya, bermaksud memberi gestur ‘benar’ dari gerakan tangannya.

 

Sehun mencoba mencari sesuatu diotaknya mengenai nama itu. Nama yang tidak asing, seolah-olah Surin pernah menyebutnya beberapa kali. Sehun terus mencari informasi pada otaknya dan seketika ia teringat akan cerita Surin mengenai masa lalunya.

 

Do Kyungsoo, cinta pertama sekaligus mantan kekasih gadis itu.

 

“Bagaimana kau bisa ada disini? Kau mengenal Tuan Park dan Angela?” Tanya Surin pada laki-laki itu membuat Sehun sedikit sakit hati ketika kini ia merasa seolah-olah dirinya tidak kasat mata. Bukankah seharusnya gadis itu memperkenalkan Sehun terlebih dulu sebagai suaminya?

 

“Angela adalah teman sewaktu aku kuliah dulu. Jadilah aku ada disini.”

 

“Ah, aku lupa kalau kau pindah ke Jerman untuk kuliah kedokteran. Jadi rupanya kau tinggal di Paris sekarang?” Timpal Surin membuat laki-laki itu mengangguk.

 

Sehun tidak ingin berpikir negatif, tapi ditelinganya, nada suara Surin barusan terdengar sedikit kecewa. Ia ingat seluruh cerita Surin dengan jelas bahwa alasan hubungan Surin dengan Kyungsoo kandas adalah karena mantan kekasihnya itu harus melanjutkan pendidikan kedokterannya di luar negeri.

 

Wah, Sehun tidak mempercayai betapa sempitnya dunia ini sampai kata ‘luar negeri’ hanya berpusat di sekitar Eropa saja.

 

“Bagaimana denganmu? Mengapa kau bisa disini?” Sehun melihat laki-laki itu melirik dirinya, membuat Sehun entah mengapa merasa sedikit tertantang.

 

“Oh Sehun, suaminya.” Ujar Sehun pendek sementara laki-laki itu membelak tidak percaya pada Surin, seolah meminta penjelasan lebih lanjut.

 

“Ya, ceritanya panjang sekali.” Hanya itu yang Surin katakan dan lagi-lagi entah mengapa Sehun merasa sakit hati.

 

“Kalau begitu kau harus menceritakannya dengan lengkap kapan-kapan. Dalam waktu dekat ini aku akan pulang ke Seoul, kita harus tetap saling menghubungi satu sama lain. Boleh aku minta nomor ponselmu?”

 

Sehun kini memandang Surin dengan tatapan tidak percayanya, terutama ketika gadis itu dengan ‘sama sekali tidak masalahnya’ mulai mengetikan nomor ponselnya pada layar sentuh ponsel laki-laki itu.

 

“Kalau begitu, sampai jumpa di Seoul, Jang Surin. Aku harus katakan, malam ini kau terlihat luar biasa.” Pujinya dan seketika Sehun mengepalkan tangannya, tidak tahan dengan ujaran laki-laki itu. Surin memang tampak luar biasa dan Sehun juga mengakui hal tersebut. Akan tetapi apabila pujian itu keluar dari mulut laki-laki itu, pujian barusan malah terdengar seperti sebuah godaan, membuat Sehun tidak kuasa untuk menahan emosinya.

 

“Baiklah, sampai jumpa.” Ujar Surin dan kini Sehun berganti memandangnya dengan tatapan kesal. Apa Sehun tidak salah dengar? Sampai jumpa katanya? Surin benar-benar akan bertemu dengan laki-laki itu lagi?

 

Sehun benar-benar tidak menyukai fakta bahwa Surin akan bertemu lagi dengan mantan kekasihnya itu. Jangankan sampai bertemu kembali, memikirkan Kyungsoo mengirim pesan singkat pada Surin saja sudah berhasil membuat emosinya naik ke ubun-ubun.

 

Surin mengalihkan pandangannya dari punggung Kyungsoo menuju Sehun yang kini tengah menatapnya dengan tatapan tidak suka. Surin hanya tertawa dan tawanya barusan benar-benar terdengar seperti sebuah ledekan bagi Sehun.

 

“Sudah puas bernostalgianya?” Ujar Sehun sarkastik.

 

“Sudah puas cemburunya?” Surin tersenyum jahil membuat Sehun tertawa tidak percaya.

 

Sehun tidak dapat menampik, karena saat ini ia memang tengah cemburu. Hanya saja harga dirinya terlalu tinggi apabila ia harus menyampaikannya langsung pada Surin.

 

“Untuk apa kau datang kesini?”

 

“Maaf karena aku datang kesini.”

 

“Jangan meminta maaf. Aku senang kau ada disini.” Sela Sehun dengan cepat sebelum akhirnya gadis itu tersenyum kembali.

 

Tidak, Surin tidak perlu meminta maaf. Sehun malah senang melihat Surin yang luar biasa itu saat ini tengah berdiri dihadapannya. Sehun memang bermaksud mengajaknya ke tempat itu, bahkan sedari awal ia memberitahu Surin tentang acara tersebut. Hanya saja Sehun selalu berakhir menyerah pada gengsinya, sehingga tanpa sadar ia sudah berkali-kali menolak keinginan Surin untuk menemaninya ke acara tersebut dan itu artinya, ia juga sudah berkali-kali kehilangan kesempatannya untuk mengajak Surin ke tempat tersebut.

 

Seandainya Surin tahu bahwa sedari tadi yang ada dipikiran laki-laki itu adalah penyesalan karena tidak mengajaknya, Surin pasti sudah akan menertawainya yang benar-benar bodoh.

 

Sehun memang tipe manusia yang seperti itu. Ketika ia ingin mengatakan sesuatu, mulutnya malah akan mengatakan hal lain yang tidak jarang berlainan dari apa yang ada dipikirannya dan malah justru menyakiti perasaan orang lain. Untungnya, Surin mengerti sisi dirinya yang demikian.

 

Intinya, Sehun tidak marah sama sekali dengan fakta bahwa Surin kini berada dihadapannya. Ia benar-benar senang. Namun tidak dengan mantan kekasih Surin yang sedari tadi menaruh perhatiannya pada gadis itu seorang.

 

Merasa tidak tahan dengan tatapan laki-laki itu untuk Surin, Sehun langsung menarik pinggang Surin sehingga kini gadis itu masuk ke dalam pelukan salah satu lengannya.

 

“Se-Sehun, apa yang kau lakukan?”

 

Kali ini Sehun tidak ingin terus-terusan berkata berbalik dengan hati dan pikirannya.

 

“Aku hanya tidak suka laki-laki lain menaruh perhatiannya pada apa yang menjadi milikku. Lain kali kenalkan dulu aku sebagai suamimu.” Pinta Sehun serius sementara Surin kelihatan seperti sedang berpikir keras.

 

Sehun tahu bahwa ia begitu menyukai Surin. Dari setiap kebersamaannya dengan Surin selama satu tahun terakhir ini, Sehun dapat merasakan perasaannya untuk gadis itu terus tumbuh setiap harinya hanya melalui hal-hal yang sederhana.

 

Sehun menyukai Surin ketika gadis itu memeluk erat lengan Sehun dengan lengannya. Sehun menyukai Surin ketika gadis itu berceloteh panjang lebar, bercerita ini dan itu pada Sehun yang hanya mendengarkan. Sehun menyukai cara tertawanya. Sehun menyukai kebiasaannya yang tidak bisa diam ketika tengah tertidur, bergerak kesana dan kemari lalu berakhir menjadikan Sehun sebagai gulingnya. Sehun menyukai cara Surin membangunkannya setiap pagi. Sehun menyukai Surin yang menyiapkan seragam kerjanya setiap pagi. Sehun menyukai Surin yang menarik troli belanjaan dari bagian depan sambil memasukan barang-barang kebutuhan rumah tangga ke dalam troli tersebut.

 

Surin membuatnya jatuh cinta dengan cara yang begitu sederhana, yang sama sekali tidak pernah Sehun pikirkan dalam otaknya bahwa ia justru akan jatuh hati pada semua hal sederhana tersebut.

 

Sehun selama ini ternyata bertanya-tanya bagaimana cara gadis itu bisa mengambil seluruh hatinya hanya dalam waktu yang begitu singkat.

 

Sehun sadar bahwa keberadaan gadis itu yang selalu menemaninya setiap hari, dengan perlahan bagaikan proses “pembiasaan”, menumbuhkan suatu rasa dalam diri Sehun.

 

Rasa yang dari dulu ia pertanyakan, dan baru saja terpecahkan. Kini Sehun berhasil menyimpulkan sesuatu dari jawaban yang baru ia temukan.

 

Sehun menyukai Surin.

 

Sehun tidak ingin terus-terusan menampik fakta bahwa Surin memang benar adalah orang yang menduduki posisi pertama di hati dan pikirannya. Saat ini yang hanya diinginkan oleh Sehun adalah gadis itu dapat mengetahui apa yang Sehun rasakan terhadapnya.

 

Sehun menatap gadis itu dengan kedua alisnya yang bertaut. “Aku harusnya menjadi yang pertama untuk berkata bahwa kau terlihat sangat luar biasa malam ini.” Ujar Sehun membuat Surin langsung tertawa.

 

“Jadi kau sedang benar-benar cemburu sekarang? Astaga Sehun, aku bahkan sudah lupa total tentangnya.” Ujar Surin disela-sela tawanya.

 

“Aku memang cemburu, Rin.”

 

Sehun berujar, membuat Surin seketika membeku. Pengakuan tiba-tiba dari Sehun berhasil melumpuhkan seluru saraf otaknya, membuat ia tidak bisa melakukan apapun, kecuali membeku seperti yang terus ia lakukan.

 

“Katanya, kalau kau merasa cemburu, artinya kau menyukai orang itu.”

 

Jantung Surin seolah berhenti ditempat dan jatuh keluar dari tempatnya.

 

Surin menelan ludahnya sendiri, merasa ia harus memastikan sesuatu dari tanda tanya besar yang timbul dihati dan otaknya saat ini. “Jadi?”

 

Sehun mengeratkan pelukannya pada pinggang Surin. “Coba simpulkan sendiri.”

 

“Kau baru saja berkata bahwa kau menyukaiku?” Kedua mata Surin berbinar dan seketika Surin tertawa kecil.

 

“Dan kau masih tidak mengerti?”

 

Surin tersenyum senang seraya mengalungkan tangannya pada leher Sehun, memeluk laki-laki itu dengan erat. Seketika ia bersyukur dengan kedatangan Kyungsoo barusan yang akhirnya membuat Sehun menyatakan semuanya dengan jelas.

 

“Kau cantik hari ini.”

 

“Hanya hari ini?”

 

“Setiap hari. Dan aku suka.” Surin tersenyum mendengar penuturan singkat namun penuh makna dari Sehun barusan.

 

“Aku menyukaimu, Surin. Dengan semua cara yang sederhana.”

 

Sehun menenggelamkan wajahnya pada bahu kanan Surin, menghirup aroma tubuh gadis itu sebanyak yang ia bisa, bermaksud menunjukan kesungguhannya.

 

**

 

Malam hari itu adalah malam terakhir Sehun dan Surin di Paris, kota yang akan menjadi sejarah bagaimana cerita mereka berdua dimulai. Bukan lagi perihal paksaan dan keharusan, melainkan perihal perasaan yang sungguh bagi keduanya.

 

Surin sendiri tidak menyangka bahwa hari ini akan tiba. Hari dimana Sehun berbaring bersamanya di sebuah kasur yang nyaman seraya memeluk tubuhnya.

 

Ya, saat ini mereka berdua tengah memperhatikan menara Eiffel bersama-sama dari hotel, tepatnya diatas tempat tidur berukuran king size mereka yang nyaman. Ilusi lampu-lampu yang indah dari menara tersebut berhasil menyihir Sehun dan Surin untuk beberapa menit sehingga tidak ada satupun dari mereka yang membuka suara dan terus terfokus pada menara itu. Kehadiran satu sama lain begitu cukup, sampai-sampai baik Sehun dan Surin merasa semuanya lengkap begitu saja tanpa kurang satu apapun.

 

Malam yang indah dan berkesan bagi keduanya. Entah bagaimana menggambarkannya, namun Surin merasa benar-benar bahagia, terutama ketika kini ia merasakan jemari-jemari Sehun mengusap rambutnya dan kedua manik mata berwarna coklat pekat itu menatap Surin lurus-lurus. Tatapannya lembut dan menenangkan, membuat hati Surin jatuh semakin dalam akan sosoknya.

 

Surin menyukai Sehun dan sedari awal ia sudah yakin bahwa laki-laki itu adalah tempat terakhir hatinya berlabuh.

 

“Paris tidak pernah semenyenangkan ini sebelumnya.” Ujar Sehun memecah keheningan diantara mereka. Surin menyandarkan dagunya pada dada bidang laki-laki itu sehingga kini kepalanya mendongak untuk terus menatap Sehun. “Aku menyayangimu, Oh Sehun.” Ujar Surin dengan senyuman diwajahnya yang seakan tidak mau luntur membuat Sehun spontan membentuk lengkungan serupa.

 

“Surin.” Panggil Sehun membuat gadis itu langsung bergumam, menanggapi. “Lima tahun lagi, apa yang ingin kau lakukan?”

 

Surin tertawa. “Pertanyaanmu benar-benar random.”

 

“Aku serius. Hal spesifik apa yang ingin kau lakukan dalam lima tahun kedepan? Aku akan membantumu mewujudkan semuanya.” Ujar Sehun dan kini giliran laki-laki berkulit putih susu itu yang tertawa.

 

“Memangnya kau Alladin?” Surin memukul lengan Sehun pelan kemudian ia berlagak berpikir. “Hm, yang pasti aku tetap akan menemanimu kemanapun kau pergi dan aku ingin bisa meluncurkan buku sendiri yang sedari dulu tidak pernah jadi. Bagaimana denganmu?”

 

“Kalau begitu teruslah menulis. Aku akan selalu mendukungmu.” Ujar Sehun kemudian ia berdeham. “Kalau aku, aku ingin mengantar anak kecil ke sekolahannya setiap pagi.”

 

Surin menatap Sehun penuh tanya. “Maksudnya? Anak siapa?”

 

“Ya anak kita. Memang anak siapa lagi?”

 

Surin terdiam sementara Sehun langsung menertawai wajahnya yang memerah seperti tomat matang. Sehun merengkuh pinggang Surin kedalam pelukannya dengan semakin erat kemudian mengecup dahi istrinya itu, mempertahankan posisinya disana untuk beberapa detik sebelum kini ia menaruh seluruh perhatiannya pada gadis yang kini merasa gugup setengah mati itu.

 

“Kalau laki-laki, ia pasti akan tampan seperti aku. Kalau perempuan, aku yang senang karena memiliki dua Surin dirumah.” Surin tertawa kecil sembari berusaha menyembunyikan suara debaran jantungnya yang begitu cepat.

 

Bagaimana bisa laki-laki itu berujar demikian dengan tatapan mata mematikan itu? Surin benar-benar tidak mengerti, terutama ketika kini Sehun mengecupi pipi kanan dan kirinya berkali-kali dengan lembut, membuat kakinya lemas, bahkan sekujur tubuhnya terasa tidak berfungsi dalam sekejap.

 

Detik berikutnya Surin benar-benar merasa ia kehilangan kesadarannya ketika Sehun membawa bibirnya bertemu dengan milik laki-laki itu. Sehun mengecupi bibir berwarna merah muda milik Surin berkali-kali sebelum akhirnya Sehun benar-benar menarikan bibirnya diatas sana, melumatnya secara perlahan tapi pasti, seolah memerintahkan Surin untuk turut bergerak seirama. Hanya suara debaran jantung masing-masing yang memenuhi ruangan itu sepanjang tautan bibir mereka. Tangan Sehun yang bertengger pada pinggang Surin terus mengelusnya dengan lembut, menimbulkan sensasi seperti sengatan listrik bagi sekujur tubuh Surin.

 

Sehun memberi Surin ruang untuk menarik napas dengan melepas tautan bibir mereka dan mengecupi pipi Surin yang kemerahan sebelum akhirnya tidak lama kemudian ia kembali pada bibir gadis itu. Sehun mengigit pelan bibir bawah Surin membuat gadis itu tersentak dan merasakan Sehun malah tersenyum dipermukaan bibirnya. Laki-laki itu memperdalam tautan bibir mereka dengan gerakan yang semakin cepat, dan saat itu juga Surin langsung menyerah sepenuhnya.

 

Surin hanya mengalungkan kedua tangannya di leher Sehun untuk menahan tubuhnya yang sudah sangat lemas, sementara detik berikutnya laki-laki berbahu lebar itu memposisikan tubuhnya diatas tubuh Surin yang jauh lebih kecil darinya, mengunci Surin dibawah sana.

 

Sehun memperhatikan bahu Surin yang naik turun akibat napasnya yang tersengal. Kulit Surin nampak akibat jubah gaun tidurnya yang turun sebatas lengan membuat Sehun yang sedari tadi memperhatikan hal itu memutuskan untuk menutupinya dengan kecupan-kecupan lembutnya pada permukaan bahu Surin.

 

“Se-Sehun.” Ujar Surin kecil-kecil namun Sehun masih dapat mendengarnya dengan begitu jelas, membuat Sehun semakin kehilangan arahnya. Surin bisa merasakan kini Sehun menanamkan kecupannya pada tulang selangka yang berada dibawah leher Surin membuat gadis itu langsung mencengkram lengan Sehun, menyuarakan debaran jantungnya yang semakin menggila.

 

“Be mine tonight—” Sehun yang juga terlihat sedikit tersengal-sengal menggantungkan ucapannya untuk meraih tali yang ada di jubah gaun tidur milik Surin. Ia memainkannya beberapa kali.

 

“—and after this night.” Sambung Sehun sebelum ia benar-benar menarik tali tersebut.

 

Menara Eiffel diseberang sana masih berkerlap-kerlip dengan cahaya buatannya yang indah, menemani langit malam yang juga sama indahnya.

 

Jauh lebih indah bagi Sehun dan Surin serta malam mereka yang panjang.

 

-FIN.

 

SELESAAAAAI. Waw terakhirnya waaaw HAHAHA maafkan author ini ya. :”)

Gimana ff ini? Mengingat ffnya sangat panjang, semoga tidak membosankan dan semoga kalian suka ya sama ff ini!

Terima kasih sudah membaca dan jangan lupa untuk tinggalkan pendapat!

See you on the next ff, lovely readers. (semoga masih ada yang baca TuT) ❤

8 comments

  1. Junmyuni · December 7, 2018

    AKU BACA!! AKU BACA!! AAAKUUU BAAAAACCAAAAAAAAA!!! kMG OMG OMG!!!!!!!!
    Aku gatau komen apa, aku yg baca aku yg deg2an 😂😂😂😂😂😂

    • Oh Marie · December 13, 2018

      HUWAAAAAA AKU KANGEN BANGET BACAIN KOMEN KAMUUUU. MAKASIH UDAH MAMPIR DAN BACA YA ❤ Wajib stay tune terus pokoknya!! hihi.

  2. Zaaaaoh · December 9, 2018

    Waaa udah lama ga baca karya kamu and this is really nice story! Awalnya agak sedih grgr kasian sama surin dianggurin mulu sama sehun, tapi suka jugaa sama sehun yg diem diem menggemaskan minta disayang 😋😋 Keep writing yaaa, aku selalu suka sama karya kamu ❤

    • Oh Marie · December 13, 2018

      HAAAALOOOOO. ASLI KANGEN BANGET ASLIIII TT___TT ❤ Makasih banyak masih setia baca disini ya huhu aku seneng banget!! Tambah seneng karna manisnya ff ini tersampaikan dengan baik di kamu hihi ❤

      See you on the next ff! ❤

  3. leeaerinsite · December 15, 2018

    Be mine tonight and after this night… heeemmmm jedag jedug rasanya baca part ini

    • Oh Marie · December 15, 2018

      PARAAAAAAH AKU JUGA NGETIKNYA AMBURADUL HAHAHA. Makasih sudah mau mampir, baca dan ninggalin jejak! Sampai ketemu di ff selanjutnya ya hihi ❤

  4. Helloshe · January 3, 2019

    ASDGHNXJDKDKKDMDBHZNSNSJZKKZMSKS

    Speechless.
    Udah itu aja.
    Ambar saya, baca sambil bayangin 🙂

    TOO SOFT, I CAN’T.
    You did well, author. Suuuupeeer duuuppper !

    • Oh Marie · May 23, 2019

      HAAAAAAAI HELLOSHE! Been a while! Maaf baru bales komen ini ya huhu. Terima kasih udah suka sama ffnya >< Pantengin terus untuk new ff ya sayangkuuuu! ❤

Leave a comment