The One

09a425ef92cd97b5f4fcf9897032ddcb

Fluffy fluff and it is a long ff! Enjoy!

**

 

“Bu, aku tidak bisa. Sungguh tidak bisa karena aku harus bekerja akhir pekan ini.”

 

Surin, gadis berambut panjang dengan warna hitam pekat itu memegangi dahinya, terlihat begitu frustasi seraya ia terus membujuk ibunya diseberang sana melalui sambungan telepon. Ia bahkan hampir menangis kalau saja ia tidak ingat saat ini ia tengah berada di kantor tepatnya di balik meja kerjanya. Surin menjauhkan ponsel yang ia pegang dari telinganya ketika ibunya malah meneriakinya.

 

“Ibu tidak mau tahu, Jang Surin! Kau harus pulang ke Jeju hari Sabtu sampai Minggu! Kau tahu kan, keluarga ayahmu selama ini sudah cukup menekan ibu? Lagipula ini pernikahan sepupumu sendiri. Ini penting! Pulang dan bawa kekasihmu, kalau tidak ibu yang akan menjemputmu di Seoul!”

 

Seusai meneriaki Surin, ibunya langsung memutus sambungan telepon mereka, membuat Surin gelagapan. Sungguh, Surin tidak bisa melakukannya. Ia tahu ini memang kesalahannya sendiri karena telah berbohong pada ibunya bahwa ia memiliki seorang kekasih. Tapi semua itu ia lakukan semata-mata untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Surin tidak ingin terus-terusan dikejar oleh perjodohan yang selalu ibunya rencanakan untuknya. Kebohongannya berhasil tertutupi selama enam bulan terakhir tetapi yang namanya menyimpan bangkai, lama-lama baunya pasti akan tercium pula.

 

Surin benar-benar merasa dirinya berada diujung tebing saat ini dan ia siap untuk melompat dalam beberapa detik. Pasalnya, selama ini Surin memberitahu ibunya bahwa kekasihnya adalah…

 

“Sekretaris Jang, bisa tolong masuk ke ruanganku sebentar?”

 

Adalah Oh Sehun, atasannya yang tidak lain tidak bukan berstatus CEO perusahaan property ternama diseluruh penjuru Korea Selatan.

 

Ibunya memang tidak tahu bahwa Sehun adalah direktur utama dari perusahaan tersebut tetapi ibunya mengenali wajah laki-laki itu sebagai kekasih Surin karena selama ini yang Surin kirimi adalah foto-foto Sehun yang ia ambil secara diam-diam.

 

Surin menghela napas, mengangguk lesu kearah Sehun yang sudah berjalan mendahului mejanya seraya mengikuti laki-laki bertubuh tegap itu dari belakang. Surin menggelengkan kepalanya sambil merutuki dirinya sendiri yang tidak bisa untuk tidak lebih frustasi dari ini.

 

**

 

Surin memang ingin laki-laki sempurna yang tengah duduk berhadapannya sekarang ini menjadi kekasihnya. Lima tahun bekerja menjadi sekretaris pribadi Sehun, Surin tidak bisa memungkiri bahwa dunianya seolah berputar hanya disekitar laki-laki itu. Surin tidak ingin berkencan dengan laki-laki yang dijodohkan oleh ibunya, ataupun mengikuti kencan buta seperti saran sahabatnya, Park Jimi.

 

Surin hanya menginginkan Sehun, itu sebabnya ia selalu menyesali fakta bahwa Sehun berada jauh diatasnya. Sangat sulit untuk digapai, bahkan hampir tidak mungkin.

 

“Sekretaris Jang? Jadi bagaimana jadwalku sampai besok?” Sehun berujar, membuat lamunan Surin akan dirinya buyar seketika.

 

“A-ah, iya benar, tunggu sebentar.” Surin dengan terbata segera membuka buku catatannya dan mulai membacakan jadwal Sehun sementara laki-laki itu hanya memperhatikan.

 

“Besok, hari kamis, anda akan meeting bersama klient dari Australia pada pukul sepuluh pagi untuk membicarakan investasi pembangunan apartment baru di Daegu, dilanjutkan dengan makan siang bersama Nyonya dan Tuan Oh, setelah itu kembali ke kantor untuk meeting karyawan dan seperti yang sudah anda minta, saya mengosongkan jadwal anda di sore harinya untuk berolahraga.” Sehun mengangguk-anggukan kepalanya mendengar rentetan penjelasan Surin sementara gadis itu berusaha mengalihkan pandangannya dari sosok Sehun yang tampak berkali-kali lebih tampan ketika ia tampak tengah berpikir keras seraya menautkan kedua alis tegasnya.

 

“Jangan lupa untuk meminum vitamin anda setelah makan siang nanti. Saya sudah menyiapkannya di meja kerja anda. Ah, karena hari ini anda juga akan berolahraga, saya sudah menyiapkan pakaian ganti anda di mobil, jadi anda tidak perlu kembali ke apartment dulu dan bisa langsung ke tempat gym.”

 

Sehun tersenyum sambil mengangguk membuat Surin langsung membalas lengkungan manis tersebut dengan menyunggingkan miliknya.

 

“Kau harus ikut aku makan siang bersama ayah dan ibu. Sudah lama sekali, bukan?”

 

“Tapi Nyonya Oh berpesan bahwa ini makan siang penting, saya rasa saya bisa ikut lain kali, Direktur Oh.” Tanggap Surin membuat Sehun langsung menggelengkan kepalanya cepat.

 

“Aku tahu apa yang akan mereka bicarakan dan aku ingin kau ikut denganku.” Ujar Sehun dan setelah itu Surin tidak bisa membantah lagi. “Ah ya, sedari tadi aku perhatikan seperti tengah ada yang mengganggu pikiranmu, ya? Tentang apa? Kau boleh mengatakannya padaku. Siapa tahu aku bisa membantu.” Sambung Sehun sementara Surin langsung menatapnya.

 

Ingin rasanya Surin meminta bantuan Sehun untuk akhir pekan ini, tapi itu adalah sesuatu yang tidak mungkin untuk dilakukan. Bagaimana bisa ia meminta bossnya sendiri untuk menjadi kasih pura-puranya di akhir pekan? Memikirkannya saja bulu kuduk Surin sudah meremang sehingga saat ini Surin hanya tersenyum seraya menggelengkan kepalanya.

 

“Tidak ada. Terima kasih karena sudah bertanya, Direktur Oh.” Surin berujar sopan membuat Sehun melipat kedua tangannya didepan dada sambil menatapnya penuh keraguan. “Aku mengenalmu sudah sejak lima tahun lalu dan kau yang setiap hari berada disampingku bagai perangko. Aku bisa langsung tahu apabila ada sesuatu yang tidak beres denganmu. Katakan saja, apapun itu, aku akan membantu.” Sehun menunggu Surin yang terlihat akan mengatakan sesuatu, namun menghela napas ketika tahu gadis itu tampak mengurung niatannya.

 

“Sungguh, tidak ada apa-apa. Ah ya, saya juga sudah meletakan berkas-berkas yang harus anda tanda tangani diatas meja anda. Ada lagi yang perlu dibantu, Direktur Oh?” Surin berusaha mengalihkan pembicaraan dan Sehun akhirnya menyerah. Sehun bangkit berdiri lalu menunjuk dasinya yang berantakan. Surin dengan sigap menghampiri Sehun dan meraih dasi laki-laki itu untuk memperbaiki posisinya. Dari sini Surin dapat menghirup aroma parfum Sehun yang segar, membuat otaknya bekerja jauh lebih lambat. Bukan satu atau dua kali, setiap kali Sehun menyuruhnya untuk memasangkan atau memperbaiki dasinya, Surin seperti langsung lemas ditempat.

 

Selepas Surin merapikan dasi Sehun, Surin tersenyum. “Kalau begitu, saya akan kembali ke meja saya. Apabila ada sesuatu, langsung panggil saya saja.” Ujar Surin seraya membungkuk sopan dan berjalan menuju pintu ruangan kerja tersebut.

 

“Sekretaris Jang.”

 

Langkah Surin terhenti ketika mendengar Sehun memanggilnya. “Ya, Direktur Oh?”

 

“Maaf karena aku mengajakmu makan siang bersama ayah dan ibu. Aku mungkin akan merepotkanmu besok.”

 

“Tidak perlu berkata demikian. Itu sudah menjadi bagian dari pekerjaan saya.” Balas Surin sementara Sehun hanya tersenyum kearahnya, membuat Surin lagi-lagi harus mengalihkan pandangannya seraya tersenyum canggung. Surin hanya tidak ingin jatuh semakin dalam terhadap sosoknya. Bagaimanapun, Sehun akan selalu menjadi orang yang tidak bisa ia gapai dan seharusnya ia paham akan hal tersebut.

 

“Kenakan pakaian yang bagus esok hari.” Sehun berujar lagi membuat Surin mengangguk setuju dan segera meninggalkan ruangan tersebut. Sebenarnya, untuk apa senyuman manis yang Sehun peruntukkan baginya itu, sih?

 

Surin terduduk di kursi yang ada dibalik meja kerjanya seraya memikirkan perkataan Sehun beberapa waktu lalu tentang laki-laki itu yang bersedia membantunya. Kalau dipikir-pikir, Sehun memang selalu tepat dalam menerka ketika Surin tengah membutuhkan bantuan, dan hal inilah yang membuat Surin semakin menyukai Sehun. Laki-laki itu akan berpura-pura tidak peduli, namun ia selalu memperhatikan. Ia juga akan selalu ada untuk membantu.

 

Surin ingat dengan jelas bagaimana suatu hari ia harus bekerja lembur sendirian di kantor. Pukul dua pagi, Surin baru menyelesaikan pekerjaannya dan hendak pulang namun saat itu hujan turun begitu lebat. Surin tidak punya pilihan selain untuk mengandalkan payungnya mengingat taksi di jam dan keadaan hujan lebat seperti ini sudah sangat langka sehingga Surin berniat untuk naik bus yang beroperasi dua puluh empat jam. Namun ketika ia baru saja hendak berjalan keluar untuk menuju halte dengan payungnya, ia melihat mobil Sehun terparkir didepan lobby. Tidak lama setelah itu tampaklah Sehun keluar dari mobilnya dan segera berjalan ke arahnya.

 

“Aku berniat untuk mengambil berkas yang tertinggal di kantor jadi aku kembali lagi tapi ternyata berkasnya ada di mobil.” Surin ingat dengan jelas bagaimana Sehun berujar seraya memegangi tengkuknya saat itu.

 

Sekalian saja, ayo aku antar pulang.”

 

Surin juga ingat dengan jelas bagaimana akhirnya ia diantar pulang oleh Sehun pagi hari itu. Sampai saat ini kejadian itu masih begitu membekas dibenak Surin sehingga dengan hanya memikirkannya, kedua ujung bibir Surin tertarik keatas, membentuk lengkungan senyum senang.

 

Masih bayak kejadian lain dimana Surin selalu mendapati Sehun membantunya dalam keadaan yang terhimpit. Seminggu lalu Surin kehilangan gelang berharganya yang adalah pemberian kedua orangtuanya sejak Surin masih kecil. Surin mencarinya keseluruh penjuru kantor setelah semua orang telah pulang.

 

Setelah beberapa jam mencari, ia memutuskan untuk menyerah, sampai akhirnya Sehun yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya pun menawari bantuan. Jadilah mereka berdua menyelusuri kantor untuk mencari gelang tersebut yang ternyata tersangkut di jas kerja Sehun, membuat keduanya tertawa terbahak karena hal konyol tersebut.

 

Surin ingat bagaimana saat itu hujan juga turun dengan lebat. Gadis itu melempar pandangannya kearah foto keluarganya yang ia pajang di meja kerjanya. Ibunya akan menghabisinya kalau ia tahu selama ini anak satu-satunya telah membohonginya. Ditambah lagi, keluarga ayahnya yang selalu gemar mencibir. Surin tidak sanggup untuk membayangkan akhir pekan ini.

 

Gadis itu kemudian menghela napas seraya mengalihkan pandangannya kearah jendela besar yang menyajikan pemandangan kota Seoul siang itu, seraya menopang dagunya dengan telapak tangannya.

 

Kira-kira, kapan hujan akan tiba dalam waktu dekat ini?

 

Surin benar-benar membutuhkan bantuan.

 

**

 

“Bagaimana dengan putri dari Tuan Park? Kau sudah bertemu dengannya minggu lalu, kan? Buatlah perkembangan dengannya, Oh Sehun. Ibu bersumpah dia anak yang baik.”

 

Surin yang duduk disebelah Sehun saat ini tampak tidak begitu memperhatikan ucapan Nyonya Oh dan hanya terfokus pada makanan yang ada di piringnya. Sesekali ia membantu Sehun untuk mengambil makanan yang ada dihadapan mereka. Entah mengapa hal itu menjadi kebiasaan yang tidak bisa Surin tinggalkan, mengutamakan keperluan Sehun dalam segala hal. Kali ini Surin melakukannya sambil melamun. Otaknya sedari kemarin hanya mampu berpikir tentang nasibnya hari Sabtu dan Minggu ini sehingga percakapan di meja makan itu tidak mampu lagi ia cerna.

 

“Sudahlah, bu.” Jawab Sehun pendek membuat kedua orangtuanya hanya berpandangan pasrah.

 

“Kau harus segera menikah, Sehun-a. Umurmu sudah hampir tiga puluh tahun, selama ini kami tidak pernah mendengar kabar mengenai kehidupan percintaanmu. Mau sampai kapan kau sendiri seperti ini? Tidakkah kau mengerti bahwa kami berdua mengkhawatirkan hal ini?” Ayahnya kini angkat suara membuat Sehun menghela napas namun tetap tampak begitu santai. Sehun sudah sangat terbiasa dalam menanggapi topik pembicaraan ini.

 

“Sekretaris Jang, bagaimana ini? Putra sematawayangku bahkan tidak mau melanjutkan generasi penerus keluarga kami.” Nyonya Oh memegang tangan Surin membuat gadis yang tidak memperhatikan itu seolah tersadar dari lamunan panjangnya. “Itu berlebihan, bu.” Gerutu Sehun pada ibunya.

 

Sehun membetulkan posisi duduknya sambil menatap kedua orangtuanya dengan tatapan serius. “Aku akan menikahi Sekretaris Jang.”

 

“APA?”

 

Surin berseru dengan sangat terkejut lalu detik berikutnya meminta maaf kepada kedua orangtua Sehun yang kini juga tampak terkejut. “Kau serius? Dengan Sekretaris Jang? Kau serius?” Ayahnya memastikan.

 

“Oh Sehun, katakan pada ibu bahwa kau tidak sedang berbohong saat ini, nak.”

 

Surin merasa jantungnya berhenti berdetak saat itu juga. Bayangan film-film dramatis langsung berkeliaran di otak Surin. Bagaimana kalau detik berikutnya Surin akan disiram jus jeruk oleh ibu kandung Sehun dan dilempari uang untuk menjauhi putra sematawayangnya itu? Dan lagi, Surin benar-benar tidak mengerti apa yang ada dipikiran Sehun saat ini. Meskipun Surin memang ingin bersama dengan Sehun, tetapi semua begitu tidak masuk akal. Meskipun Surin juga melakukan hal yang sama yaitu berbohong pada kedua orangtuanya dengan menggunakan Sehun sebagai tamengnya, tetap saja Surin merasa semua ini keterlaluan dan terlalu berbelit sampai-sampai ia tidak berhenti memandang Sehun, memohon padanya untuk menarik perkataannya barusan.

 

“Aku serius. Aku akan menikahi Surin.”

 

Seketika Surin merasa nyawanya lenyap saat itu juga.

 

“Ya Tuhan!! Terima kasih!!” Nyonya Oh berseru, bahkan kini ia dan Tuan Oh tengah berpelukan, terlalu girang dengan fakta bohong yang Sehun beberkan membuat bayangan Surin akan film-film dramatis yang kejam itu tidak menjadi kenyataan.

 

“Mengapa kau tidak memberitahu kami bahwa kalian selama ini memiliki hubungan? Astaga Oh Sehun, ibu sungguh bangga padamu, nak. Sekretaris Jang, terima kasih karena sudah mau menerima Sehun.” Surin terbatuk mendengar ucapan ibu kandung Sehun. Beliau berterima kasih padanya karena sudah mau menerima Sehun? Yang benar saja? Bahkan jutaan gadis diluar sana tahu bahwa jika saja ini benar adanya, Surin-lah yang harus berterima kasih pada Sehun sampai berjuta-juta kali karena telah memilih dan menerima dirinya yang biasa-biasa saja.

 

“Kan, sudah ayah duga, bu. Mereka berdua memang terlihat serasi.” Timpal Tuan Oh membuat Nyonya Oh tertawa senang sementara kedua orang yang dibicarakan hanya terduduk canggung ditempatnya.

 

“Berarti selama ini mereka berkencan diam-diam di kantor. Pulang paling larut hanya agar bisa pulang kerja berdua. Astaga, yah, manis sekali.” Kini ibu kandung Sehun benar-benar tidak bisa menahan rasa senangnya sampai-sampai Sehun menggaruk pelipisnya yang tidak gatal, merasa tidak enak pada gadis yang kini berada disampingnya.

 

“Surin, kami harus segera bertemu kedua orangtuamu untuk membicarakan persiapan pernikahan. Bagaimana kalau minggu depan?” Nyonya Oh berujar membuat Surin harus melirik Sehun yang sayangnya tidak membantu. Laki-laki yang masih tampak tenang itu malah seolah menyuruh Surin untuk menyanggupi permintaan tersebut. Sehun tidak tahu saja kalau sampai hal itu benar-benar terjadi, semua akan menjadi jauh lebih memusingkan.

 

“Bi-bisa diatur, Nyonya Oh. Aku akan menghubungi kedua orangtuaku dan segera mengabari kalian.” Nyonya Oh langsung memekik girang mendengar perkataan Surin barusan.

 

“Bagus kalau begitu. Ah ya, mulai sekarang, panggil saja aku ‘ibu’. Jangan merasa sungkan.” Tuan Oh langsung menyetujui ucapan Nyonya Oh membuat Surin semakin salah tingkah.

 

“Iya, b-bu.”

 

“Menggemaskan sekaliii!” Pekik Nyonya Oh sementara Sehun tampak menahan tawanya, membuat Surin bertanya-tanya, sebenarnya apa yang ada dipikiran laki-laki itu saat ini? Tidakkah ia sadar bahwa kini ia tengah membuat kebohongan yang luar biasa besar dan sangat beresiko?

 

“Bu, kita harus segera pulang. Kita harus memberi mereka waktu untuk berkencan di jam makan siang kantor seperti ini.” Tuan Oh berujar jahil sementara Nyonya Oh langsung menyetujui hal tersebut.

 

“Kalau begitu, kami pulang dulu ya. Oh Sehun, kau dengar kan, apa yang dikatakan ayahmu barusan? Kau harus memanfaatkan waktu makan siang kantor untuk berkencan dengan kekasihmu ini.” Nyonya Oh mengelus punggung tangan Surin seraya tersenyum hangat kearahnya. Surin semakin tidak tega membohongi kedua orangtua Sehun ketika ia melihat kedua mata Nyonya Oh berkaca-kaca karena terlalu terharu.

 

Kedua orangtua Sehun bergegas meninggalkan mereka berdua. Tuan Oh memukul tangan Sehun ketika laki-laki itu hendak mengantar mereka menuju lantai bawah hotel tersebut dan menyuruh laki-laki itu untuk menetap ditempatnya guna menemani Surin dan menikmati waktu kencan yang sedari tadi mereka sebut-sebut.

 

Setelah kedua orangtua Sehun menghilang dari pandangan mereka, Surin memandang Sehun dengan tatapan tidak terima.

 

“Direktur Oh, aku rasa ini sudah keterlaluan. Kebohongan ini adalah hal yang besar dan saya sendiri tidak akan tega melihat mereka berdua malah akan berakhir kecewa.” Surin berujar serius sementara Sehun menyesap segelas wine dengan penuh ketenangan.

 

Sehun kemudian menatap Surin lurus-lurus, membuat gadis itu salah tingkah dengan seketika.

 

“Aku benar-benar akan menikahimu, Jang Surin.”

 

Surin merasa perutnya diremas sesuatu. Selama ini Surin selalu suka ketika Sehun menyebut namanya tanpa embel-embel panggilan formal ala kantor, ‘Sekretaris Jang’, seperti yang semua orang gunakan untuk memanggilnya. Namun kali ini, perutnya terasa diremas oleh suatu alasan lain. Alasan bahwa Sehun baru saja menyatakan fakta bahwa ia akan menikahinya dan itu bukanlah kebohongan semata.

 

“Tapi kita bahkan belum berpacaran secara resmi?!”

 

“Kalau begitu sekarang kita pacaran. Hari Jumat, pukul 1 siang, menit ke 10, detik ke 36. Kau, Jang Surin, resmi menjadi kekasihku.”

 

Surin mengernyit. “Direktur Oh, kalau anda sedang bercanda, ini benar-benar tidaklah lucu.”

 

Sehun menggenggam tangan Surin membuat gadis itu benar-benar kehabisan kata-katanya. Hujan turun begitu lebat diluar, membasahi seluruh penjuru kota Seoul, termasuk gedung hotel tempat mereka makan siang saat ini.

 

“Aku tidak sedang bercanda. Aku ingin kau menjadi pendampingku. Aku tidak ingin yang lain.”

 

Surin menelan ludahnya sendiri, merasakan tenggorokannya begitu kering akibat perkataan Sehun barusan. Sehun yang dapat menangkap keraguan di kedua mata Surin langsung mengeratkan genggamannya pada jari jemari Surin yang jauh lebih kecil darinya.

 

“Kau masih tidak percaya?”

 

Surin mengangguk. Semua begitu mustahil untuk dipercayai. Oh Sehun, laki-laki sempurna yang selama ini Surin labeli sebagai orang yang sama sekali tidak tergapai, baru saja mengajaknya menikah. Bagaimana mungkin ia bisa percaya hal tersebut dengan begitu saja?

 

“Kalau begitu beri aku kesempatan. Jangan kira aku tidak tahu bahwa Sabtu dan Minggu ini kau harus pulang ke Jeju untuk menghadiri pernikahan sepupumu dan diharuskan membawa serta kekasihmu.” Surin membelak tidak percaya pada Sehun yang kini tengah tersenyum. “Aku tidak sengaja mendengarnya ketika kau marah-marah dari sambungan telepon dan ya, sedikit menggali informasi dari teman kerja terdekatmu, Park Jimi.” Timpal Sehun memberi penjelasan.

 

Apa katanya barusan? Ia benar-benar menggali informasi tentang Surin dari temannya? Jadi, Oh Sehun benar-benar tertarik padanya? Oh Sehun benar-benar.. menyukainya? Tanda tanya terus bertebaran dikepala Surin, membuat gadis itu pening dengan seketika.

 

“Aku akan ikut bersamamu. Kau bisa berhenti berpura-pura karena sekarang aku benar-benar adalah kekasihmu.” Ujar Sehun membuat otak Surin beku seketika.

 

“Ta-tapi semua ini masih begitu terdengar tidak masuk akal.” Surin tidak mampu mengutarakan sejuta pertanyaan yang ada dikepalanya saat ini sehingga hanya kalimat itulah yang keluar dari bibirnya.

 

“Orang yang tepat akan datang pada waktu yang tepat pula.” Jawab Sehun seraya tertawa sehingga mau tidak mau, Surin yang masih dalam keterkejutannya pun turut menahan tawa, menyadari betapa tepatnya jawaban Sehun barusan akan semua hal yang ia pusingkan belakangan ini.

 

“Banyak-banyaklah berlatih memanggilku dengan sebutan yang lebih manis daripada ‘Direktur Oh’. Oppa, misalnya?” Sehun berujar jahil membuat Surin tidak mampu menahan tawanya lagi.

 

“Aku serius. Panggil aku dengan nama panggilanku mulai sekarang dan jangan lagi bicara menggunakan bahasa formal. Setuju?”

 

“Setuju.”

 

Surin tidak jadi berbohong pada kedua orangtuanya.

 

Ini terdengar sangat tidak mungkin tapi Sehun benar-benar adalah kekasihnya.

 

Hujan datang diwaktu yang selalu tepat, seperti Sehun yang juga datang diwaktu yang sangat tepat.

 

**

 

Sehun dan Surin mengambil penerbangan pagi menuju Jeju. Mereka berdua masih begitu kaku satu dengan yang lainnya, terutama Surin. Gadis itu bahkan tidak bisa tidur semalaman hanya karena pesan singkat yang dikirimkan Sehun malam itu yang berisi ‘Selamat tidur, Surin’. Bukannya tidur, Surin malah berguling kesana dan kemari, menjambak rambutnya sendiri sembari menahan teriakan histerisnya, takut-takut akan menghebohkan apartment tempat ia tinggal.

 

Sehun mengenakan kemeja sederhana berwarna cokelat muda dengan celana panjang bahan serta sneakers berwarna putih, membuat tampilan casualnya terlihat begitu sempurna. Baiklah, dengan pakaian jenis apapun, laki-laki itu memang selalu akan terlihat sempurna. Surin tersenyum ketika menyadari bahwa terusan bermotif bunga yang dikenakannya berwarna senada dengan kemeja Sehun, membuat ia tersipu. Surin tidak tahu sampai kapan ia harus seperti ini. Surin hanya terlalu senang dengan semua hal yang ada diantaranya dengan Sehun saat ini.

 

Saat dibandara tadi, Surin berencana untuk memesan taksi, namun ternyata laki-laki itu jauh lebih cepat dalam merencanakan semuanya. Sehun sudah menyuruh sekretarisnya di perusahaan keluarga Oh yang ada di Jeju untuk menyiapkan mobil pribadi sehingga kini mereka berdua tengah dalam perjalan menuju rumah keluarga Surin, dengan Sehun yang tampak tenang menyetir mobil sedannya.

 

Surin mengambil tas kerja Sehun yang berada di kursi belakang untuk mengecek isinya. “Dokumen pekerjaan anda sudah, vitamin sudah, saya juga sudah menyiapkan sunblock kalau-kalau anda tidak tahan panas. Percayalah, matahari Jeju benar-benar jauh lebih menyengat dari yang anda bayangkan. Hm, apa lagi yang kurang? Seperti ada yang kurang.” Surin berceloteh sendiri sementara Sehun sudah tertawa kecil.

 

“Yang kurang adalah kau yang masih berbicara dengan bahasa formal seperti saat ini kita tengah berada di kantor.” Komentar Sehun membuat Surin langsung salah tingkah sambil menahan senyumnya. “Bagaimana? Kau sudah berlatih memanggilku dengan nama panggilanku? Coba, aku mau dengar.” Pinta Sehun seraya berdeham jahil.

 

“Tapi pasti akan terdengar aneh. Benar-benar aneh.” Sehun langsung menggeleng dan kembali menyuruh Surin sehingga gadis itu mengambil napas, bermaksud untuk menyiapkan diri.

 

“Sehun, Oh Sehun.”

 

“Ya, sayang?” Sahut Sehun membuat Surin tertawa dengan seketika.

 

“Mengapa malah tertawa? Ada apa, Surin-a?” Surin merasa kakinya lemas begitu saja dengan hanya mendengar Sehun memanggilnya seperti tadi. Suaranya yang khas dengan nada jahil itu berhasil membuat Surin gemas sendiri ditempatnya.

 

“Aku.. aku senang berada disini bersamamu, Sehun-a.” Surin merasa pipinya memanas sementara Sehun sudah tertawa seraya mengacak rambutnya dengan gemas.

 

Kalau saat ini Surin tengah bermimpi, ia benar-benar tidak ingin bangun dari tidurnya.

 

**

 

Sesampainya mereka dirumah keluarga Surin, yang keduanya temui hanyalah keramaian dari persiapan acara pernikahan yang akan diadakan esok hari. Pernikahannya memang akan dilakukan disebuah gedung, namun dalam keluarganya terdapat tradisi untuk memasak sendiri makanan yang akan dijamu untuk para tamu undangan sehingga saat ini kondisi rumah keluarga Surin sudah berubah seperti dapur dadakan. Rumah keluarga Surin adalah yang paling memadai untuk kumpul keluarga, sehingga acara memasaknya pun dilakukan di rumahnya, tepatnya dihalaman rumah tersebut.

 

“Ibu!” Seru Surin pada ibunya yang tampak sibuk mengangkat baskom berisi lobak yang akan dimasak menjadi kimchi.

 

“Surin-a! Kau benar-benar datang?! Dengan kekasihmu?!” Ibu dan ayah Surin berlari keluar pagar untuk menghampiri Sehun dan Surin yang kini berdiri tidak jauh dari pagar tersebut. Ibunya langsung mempersilakan keduanya masuk kedalam rumah sementara keluarganya yang lain langsung mengerubungi mereka berdua.

 

“Ya ampun, ayolah. Jangan berlebihan seperti ini.” Ujar Surin sementara orangtuanya sudah tidak sabar untuk dikenalkan pada laki-laki bertubuh tinggi yang berada disamping Surin.

 

“Baiklah, semuanya perkenalkan, kekasihku, namanya Oh Sehun.” Ujar Surin dan semua langsung bertepuk tangan girang, membuat Sehun dan Surin tertawa seketika. Sehun langsung membungkuk sopan dan lagi-lagi keluarga besar Surin sudah semakin heboh.

 

“Halo, perkenalkan, nama saya Oh Sehun, kekasih Surin.” Surin memandanginya dengan senyuman senang. Hanya dengan mendengar Sehun menyebutkan kalimat itu saja berhasil membuat Surin seperti memiliki hari paling indah seumur hidupnya.

 

“Ternyata benar, kekasih Surin tampan sekali. Jauh lebih tampan dari foto yang Surin kirimkan.” Ujar salah seorang bibinya membuat ibunya langsung memeluk Surin penuh haru sementara Surin dapat merasakan tatapan Sehun yang bertanya-tanya akan foto yang dimaksud oleh bibinya tadi.

 

“Surin-a, jackpot.” Ibunya berujar pendek namun berhasil membuat Surin dan Sehun tertawa terbahak. Ayahnya kemudian berdeham. “Ayo semua kembali ke pekerjaan masing-masing. Sehun, kau bisa turut membantu kami, kan?”

 

“Tentu saja, Paman Jang. Dengan senang hati.” Ujarnya lalu berjalan mengikuti ayah Surin sementara gadis yang baru saja hendak menahan ayahnya itu langsung tidak bisa melakukan apa-apa. Ayahnya memang selalu sensitif dengan hal seperti ini. Meskipun Surin tahu ayahnya senang akan fakta bahwa Surin kini sudah memiliki kekasih, tetapi ia tetap saja ingin menyelidiki laki-laki seperti apa yang bersanding dengan putrinya.

 

“Surin-a, karena keluarga banyak yang menginap dirumah, Sehun tidur di kamarmu saja, ya. Cepat letakan koper kalian di kamarmu.”

 

Surin langsung membelak tidak terima dengan ucapan ibunya barusan. “Tapi bu, kami bahkan—”

 

“Bahkan apa? Oh yang benar saja, Jang Surin. Ibumu ini tidak kolot jadi turuti saja selagi ibu masih mengijinkanmu. Sudah sana kedalam dan langsung membantu memasak disini.” Pintanya membuat Surin mengeratkan pegangannya pada gagang kopernya.

 

Surin akan bermalam bersama Sehun, didalam satu ruangan. Yang benar saja? Surin merasakan bulu kuduknya meremang untuk sesaat sebelum akhirnya ia berusaha untuk mengusir pikiran-pikiran tidak baik yang mulai menggerayangi otaknya.

 

Surin menoleh untuk mencari Sehun dan membelak ketika laki-laki itu tampak menggulung lengan kemejanya sebatas siku dan mulai mengangkat beberapa karung beras dipunggungnya guna memindahkan karung beras itu ke dapur belakang.

 

Surin merasa ingin mengubur dirinya saat itu juga karena merasa tidak enak terhadap Sehun.

 

Sungguh, harinya dan Sehun dirumah keluarganya akan menjadi sangat panjang untuk dilalui.

 

**

 

Saat ini Surin tengah membantu para ibu yang tengah berkumpul untuk memotong sayuran. Surin tidak sekalipun memperhatikan percakapan mereka yang sepertinya terus memuji ketampanan Sehun. Gadis itu malah sibuk mencuri pandang kearah Sehun yang kini tampak sibuk membelah beberapa batang pohon untuk dijadikan kayu bakar. Keringat membasahi pelipis Sehun dan laki-laki itu terlihat kesulitan meskipun tiap ia berhasil membelah batang tersebut, para ibu langsung bersorak girang, membuat Sehun sesekali menunduk sopan untuk menyapa mereka.

 

Ayahnya terus saja menyuruh Sehun melakukan ini dan itu membuat Surin merasa benar-benar tidak tega. Surin terkejut ketika kini pandangannya dan Sehun bertemu. Laki-laki itu tersenyum kearahnya membuat Surin tersipu. Bisa saja Sehun marah dan langsung pulang ke Seoul karena apa yang dilakukan ayah Surin terhadapnya, tapi sekarang Sehun malah tersenyum kearahnya seolah berkata bahwa ia tidak apa-apa. Surin yang sudah tidak tahan akhirnya bangkit dari duduknya dan memberikan Sehun minum.

 

“Kau pasti lelah sekali.” Ujarnya khawatir. Surin juga dengan segera mengambil handuk bersih dari dalam rumah untuk menghapus keringat yang membasahi wajah Sehun, membuat seluruh keluarganya langsung menahan diri untuk tidak meledek kedua sejoli tersebut.

 

“Astaga, aku lupa membeli daging belut!” Ibunya berseru panik sementara Surin langsung berdiri dengan sigap seraya mengacungkan tangannya.

 

“A-aku akan membelinya ke pasar bersama Sehun!” Sorakan jahil langsung terdengar dari berbagai arah termasuk dari ibunya sendiri yang langsung menyetujui ucapan Surin barusan.

 

“Kau tidak lupa, kan kalau pasarnya jauh sekali dari sini?” Ibunya memastikan membuat Surin langsung menepuk dahinya. Sehun meletakan kapaknya seraya melepas sarung tangan yang dikenakannya.

 

“Tenang saja. Aku kan membawa mobil kemari.” Ujar Sehun dan seketika tawa langsung menggelegar. “Kau tidak bisa ke pasar itu dengan mobil karena harus melewati beberapa gang sempit, nak.” Ujar ibu Surin membuat Sehun mengangguk-anggukan kepalanya.

 

“Gunakan saja motor ayah.” Tuan Jang melempar kunci motornya kepada Sehun membuat Surin langsung mengucapkan terima kasih dengan senang dan menarik Sehun untuk segera pergi dari rumahnya.

 

“Surin-a! Syaratnya satu,jangan pulang sebelum kau mendapatkan belutnya. Harus dapat bagaimanapun caranya!” Pinta ayahnya dan Surin langsung menyetujui hal tersebut.

 

Surin mengaitkan pengait helm yang sudah Sehun kenakan sebelum akhirnya duduk dikursi penumpang. “Sudah siap?” Ujar Sehun seraya menyalakan mesin motor vespa tersebut.

 

“Siap!” Setelah Surin berkata demikian, motor pun melaju dengan kecepatan sedang. Angin segar pulau Jeju, hamparan sawah yang menguning serta langit biru yang hari itu bersih tidak berawan menemani perjalan mereka. Sehun tampak antusias, berkali-kali ia melapor pada Surin apabila ia melihat orang-orangan sawah yang unik, membuat Surin gemas sendiri.

 

“Direktur—maksudku, Sehun-a, maaf karena ayahku menyuruhmu ini dan itu. Kalau ada bagian tubuhmu yang sakit, bilang saja. Aku akan mengobatinya.” Surin berujar sementara gadis itu tidak tahu saja kalau saat ini Sehun tengah tersenyum senang akibat ucapannya barusan.

 

“Aku senang melakukannya. Semua yang ada disini seperti hal baru yang tidak pernah aku lakukan sebelumnya. Tapi iya juga, pinggangku sekarang sedikit sakit.” Surin langsung memandang punggung Sehun dengan khawatir. “Bagian mana? Apa sakit sekali? Kita pulang saja, ya?” Tanggap Surin, cepat.

 

Sehun menarik satu tangan Surin untuk melingkari pinggangnya. “Sakit karena tidak dipeluk seperti ini.”

 

Surin memukul punggung Sehun pelan seraya menahan senyumannya. Gadis itu semakin tersipu ketika mendapati Sehun tengah tersenyum jahil dengan kedua matanya yang berbentuk lengkungan bulan sabit dari spion motor tersebut.

 

Surin pun akhirnya memberanikan diri untuk memeluk pinggang Sehun dengan kedua tangannya. Pipinya sudah memerah seperti tomat matang dan jantungnya berdegup jauh lebih cepat dari biasanya sementara Surin tidak tahu saja bahwa kini laki-laki berpunggung lebar itu tengah merasakan hal yang sama dengannya.

 

**

 

“Maaf nona, daging belutnya habis. Hari ini nelayan lebih banyak membawa kepiting.”

 

Surin langsung menatap penjual itu dengan sedih. Pasalnya itu adalah penjual yang kesekian yang berkata bahwa daging belut telah habis terjual. Ya, Sehun dan Surin sudah hampir mengitari seluruh pasar dan bahkan Sehun sudah hampir mencoba semua jajanan pasar yang ia temui, tetapi tiap mereka mampir ke toko yang menjual daging belut, jawabannya tetap sama, belutnya telah habis terjual.

 

“Benar-benar habis, Pak? Satu kilo pun tidak ada?” Penjual itu menggeleng, menjawab pertanyaan sedih Surin barusan.

 

“Tapi tadi ayah bilang harus dapat daging belut bagaimana pun caranya.” Surin bergumam, namun Sehun masih dapat dengan jelas mendengar ucapan tersebut. Sehun menghabiskan panekuk madu yang ia pegang seraya memegang pundak Surin.

 

“Tenang saja, kita bisa jadi nelayannya.”

 

Entah itu saran yang baik atau bukan, tapi setelah berkata demikian. Sehun bertanya kepada si penjual tentang bagaimana cara untuk menangkap belut. Laki-laki itu membeli ember, capitan yang biasanya digunakan nelayan untuk menangkap belut dan langsung menuju sungai yang juga adalah informasi dari penjual bersifat ramah tersebut. Penjual itu bahkan mendoakan Sehun dan Surin agar bisa menangkap belut yang banyak, membuat keduanya hanya dapat tertawa.

 

Ternyata tawa mereka hanya berhenti di pasar itu saja. Setibanya mereka di sungai yang dimaksudkan sang penjual, mereka berdua tidak bisa berhenti mengeluh tentang bagaimana sulitnya menangkap belut gesit yang bersembunyi di balik batu-batuan sungai. Surin yang menyerah duluan akhirnya duduk disebuah batu besar sementara Sehun masih sibuk berjalan kesana-kemari untuk mencari belut.

 

Surin tertawa ketika Sehun berseru heboh saat ia hampir menangkap seekor belut yang kemudian lolos dari capitannya. “Ah, sayang sekali.” Sesalnya namun tidak menyerah begitu saja. Sehun terus mencari, kedua alisnya bertaut seru sementara cahaya matahari yang mulai berwarna oranye karena hari sudah hampir sore terus menyinari permukaan air sungai, mempermudah pencariannya.

 

“Menyerah sajalah, Oh Sehun. Kau terlihat lucu saat ini.” Ledek Surin namun detik berikutnya Sehun mengangkat capitannya dan berseru girang ketika seekor belut berhasil ia tangkap dengan capitan tersebut.

 

“Jang Surin! Aku berhasil!!” Serunya girang sementara Surin sudah turut berseru senang untuk merayakan keberhasilan Sehun. Sehun segera meletakan belut itu di ember dan mengistirahatkan dirinya untuk duduk di batuan besar, tepat disebelah Surin.

 

“Wah, ini baru benar-benar refreshing. Kau tidak tahu perasaan senang dan puas ketika kau berhasil mendapatkan belut itu. Benar-benar luar biasa.” Sehun berujar seru sementara Surin hanya memandanginya tanpa henti. Cahaya matahari yang berwarna oranye itu jatuh tepat diwajah Sehun, membuatnya terlihat begitu luar biasa, sampai-sampai Surin bertanya-tanya dalam hati, bagaimana bisa seseorang memiliki ketampanan seperti demikian?

 

Sehun benar-benar diluar pikirannya. Apapun yang berhubungan dengan laki-laki itu akan selalu membuat Surin terperangah.

 

“Oh Sehun.” Panggil Surin membuat Sehun tersenyum meledek. “Sudah terbiasa rupanya memanggilku dengan seperti itu?”

 

“Bagaimana bisa kau menyukai gadis biasa sepertiku? Apa itu mungkin?”

 

Surin mengabaikan ledekan Sehun dan bertanya dengan serius membuat Sehun mengernyit. “Kau tidak biasa. Kau spesial.”

 

Sehun mengambil napas sementara Surin masih memperhatikan laki-laki itu. “Kau berhasil membuatku jatuh hati dengan caramu. Sebelumnya, aku tidak sama sekali berpikir untuk membangun hubungan dengan siapapun. Aku memiliki kesulitan untuk mempercayai orang, menurutku mereka semua sama saja. Memanfaatkan lalu meninggalkan. Tapi kau berbeda.” Sehun kini menatap Surin lurus-lurus. Cahaya matahari yang jatuh diatas Surin, membuat kedua pipinya yang merah semakin terlihat jelas dimata Sehun sehingga laki-laki itu kini tersenyum tipis dibuatnya.

 

“Kau berbeda karena aku bisa merasakan kau benar-benar peduli padaku. Aku jatuh hati pada tiap hal kecil yang kau lakukan untukku. Menyiapkan pakaianku, membantuku memasang dasi, mengingatkanku untuk selalu meminum vitaminku, bahkan hal-hal kecil yang tidak pernah aku perhatikan sebelumnya, kau lah yang selalu mengingatnya.” Sehun menggenggam jari jemari Surin yang jauh lebih kecil dari miliknya.

 

“Dari situ entah mengapa aku juga ingin menjadi yang selalu ada untukmu. Aku ingin membantumu seperti kau membantuku. Aku ingin menjadi orang yang mengingat hal-hal yang tidak kau perhatikan. Berhentilah berpikir bahwa semua ini tidak mungkin karena aku disini. Aku disini dan aku menyukaimu, Surin-a.”

 

Surin menyandarkan kepalanya dibahu Sehun, membuat laki-laki itu terkekeh. “Aku harap pengakuanku tidak terdengar berlebihan.”

 

Surin menggelengkan kepalanya seraya terus tersenyum. Ia merasakan perasaan bahagia menjalar keseluruh relung hatinya dan ia ingin Sehun mengetahuinya. “Aku juga menyukaimu, Oh Sehun. Pertama kali melihatmu, aku langsung tahu bahwa aku akan jatuh hati.”

 

Sehun tertawa. “Pasti karena aku tampan.”

 

“Oh ayolah, semua orang bahkan mengetahuinya.” Surin menggerutu lalu mendongak untuk memandangi Sehun dari samping. “Aku menyukaimu lebih dari itu. Sifatmu yang hangat adalah yang nomor satu.”

 

Surin kemudian menyentuh pipi Sehun dengan jari telunjuknya, merasakan permukaan kulit pipi Sehun yang lembut dibawah telunjuknya. “Yang kedua, bekas luka dipipimu ini. Yang ketiga, kedua alis matamu yang tegas, yang keempat adalah kedua manik matamu yang berwarna cokelat pekat, yang kelima—”

 

Ucapan Surin terputus ketika Sehun mendaratkan bibirnya pada bibir gadis itu membuat perut Surin seketika merasa digelitik oleh sesuatu. Kecupannya lembut, seolah Sehun ingin menyampaikan rasa sayangnya yang tulus pada gadis itu. Sehun kemudian beralih mengecup masing-masing pipi Surin, dan berakhir pada dahi gadis itu. Sehun tersenyum, menggenggam kedua tangan gadis itu erat-erat.

 

“Aku tahu aku tidak salah pilih.” Ujar Sehun dan Surin merasa sorenya hari itu benar-benar begitu lengkap.

 

**

 

“Aku rasa ayahku memang sengaja mengerjai kita.”

 

Surin menggerutu ketika kini ia dan Sehun harus mendorong vespa milik ayahnya yang mogok tiba-tiba. Perjalanan pulangnya yang romantis dengan Sehun dibawah sinar matahari yang sudah hampir terbenam harus terkubur begitu saja. Untungnya, mereka hanya perlu melewati beberapa rumah lagi untuk sampai dirumah Surin.

 

Sehun mendorong dari depan dengan memegang setir motor sementara Surin membantu mendorong dari belakang. “Tidak apa, ini seru.”

 

“Lihat saja nanti malam kau akan merasakan seluruh ototmu seperti ditarik karena mendorong vespa yang super berat ini.” Ujar Surin dengan napasnya yang tersengal.

 

“Surin-a, bagaimana kalau kita sambil bermain saja supaya tidak terasa lelah?”

 

“Bermain apa?”

 

“Tebak-tebakan untuk mengetest pengetahuan kita satu sama lain.”

 

Surin tertawa. “Sudah pasti aku yang akan menang. Aku tahu semuanya tentangmu dari A sampai Z.” Surin berujar meledek membuat Sehun terkekeh. “Kalau begitu kita mulai saja.” Tantang Sehun.

 

“Baiklah, tanggal lahirku?” Tanya Surin cepat.

 

“30 Januari. Mudah sekali.” Jawab Sehun dengan percaya diri membuat Surin tertawa.

 

“Makanan kesukaanku?” Kini giliran Sehun yang bertanya.

 

“Tentu saja sushi dan tonkatsu ramen.” Surin menjawab dan Sehun mengangguk-angguk.

 

“Warna kesukaanku?”

 

“Merah. Itu sebabnya aku meletakan vas bunga berwarna merah di meja kerjamu.” Tanggap Sehun membuat Surin terperangah.

 

“Jadi vas bunga itu darimu? Astaga, aku benar-benar tidak menduganya. Bagaimana bisa kau baru memberitahuku sekarang?” Surin berujar dengan tersipu malu membuat Sehun hanya tertawa kecil, turut merasakan perasaan senang yang kini Surin rasakan. Tiga tahun yang lalu Sehun membelikannya untuk Surin dan baru hari ini ia berani mengungkapkan pada Surin bahwa vas bunga itu adalah pemberiannya. Sehun tidak bisa untuk tidak lebih senang daripada ini.

 

“Jumlah mantan kekasihku?”

 

Surin mengercutkan bibir mendengar pertanyaan Sehun barusan. “Karena kau tampan, pasti sebelum bertemu denganku kau sudah memiliki banyak mantan kekasih. Jadi, hmm, kira-kira lima belas?”

 

Sehun tertawa, menanggapi. “Kau yang pertama.”

 

Dan Surin tidak bisa untuk tidak tersenyum senang dengan pengakuan manis tersebut. Rasanya ia benar-benar ingin berhambur untuk memeluk Sehun dari belakang kalau saja Surin tidak ingat ia tengah mendorong vespa ayahnya yang mogok.

 

**

 

Surin rasa ia tidak perlu menjelaskan bagaimana ayahnya langsung bersikap baik terhadap Sehun hanya karena satu tangkapan belut yang mereka bawa. Saat ini, keluarganya tengah makan malam bersama, duduk lesehan untuk melingkari meja makan panjang yang dipenuhi berbagai macam jenis makanan. Beberapa paman dan bibi serta sepupu Surin menginap dirumahnya, dan makan malam besar seperti ini adalah yang harus selalu ada ketika ada tamu yang menginap dirumah keluarga Jang.

 

Ayah Surin sedari tadi tidak bisa berhenti meletakan makanan dipiring Sehun, membuat laki-laki itu terus menundukan kepalanya, berterima kasih sementara Surin yang duduk disebelahnya hanya menertawai sifat kekanakan ayahnya.

 

“Jadi, apa pekerjaanmu, Nak Sehun?” Tuan Jang bertanya membuat Nyonya Jang menyenggol lengannya, merasa pertanyaan tersebut kurang begitu sopan sementara Sehun langsung mengambil sesuatu dari dompetnya.

 

“Rupanya aku lupa memberikan ini saat perkenalan tadi.” Sehun memberikan kartu namanya pada Tuan Jang lalu semua yang ada disitu langsung bertanya-tanya penuh rasa penasaran, terutama karena melihat kedua orangtua Surin yang saat ini tengah bertatapan penuh keterkejutan. Sehun memandangi mereka bingung, lalu meminta Surin untuk memberikan penjelasan.

 

“Ya, betul. Sehun adalah direktur utama perusahaan Oh Property, tempatku bekerja.”

 

Seluruh anggota keluarganya langsung menatap Sehun dengan tatapan terkejut. “Ja-jadi, selama ini kekasihmu yang kau ceritakan adalah di-direktur utama perusahaan besar itu?”

 

Surin mengangguk ketika ibunya berusaha untuk memastikan. Sehun yang merasa saat itu adalah yang tepat untuk mengutarakan keinginannya pun segera menegakan tubuhnya. “Saya juga bermaksud untuk meminta restu dari Paman dan Bibi Jang karena saya akan menikahi Surin. Apabila Paman dan Bibi Jang memberi kami restu, saya akan segera mengatur waktu bertemu dengan kedua orangtua saya.”

 

“Te-tentu saja kami setuju. Tentu saja kami merestui kalian. Sehun, kau adalah pemuda yang baik dan Paman bisa langsung mengetahui hal itu. Surin juga terlihat bahagia bersama denganmu. Kami merestui kalian berdua, benar, kan, Bu?”

 

Ibunya mengangguk senang. “Ja-jackpot.” Dan detik berikutnya pingsan begitu saja.

 

Seluruh rumah langsung panik akan hal tersebut, membuat malam itu menjadi malam yang penuh kejutan serta kegaduhan dirumah keluarga Jang.

 

**

 

Malam itu Surin merasa kesulitan untuk tidur. Dari tempatnya berbaring saat ini Surin dapat melihat Sehun yang tengah terduduk dibawah, menjadikan kasur Surin sebagai sandaran tubuhnya sembari terus sibuk menarikan jarinya diatas keyboard laptopnya. Surin tahu bahwa hal itu adalah urusan pekerjaan yang mendesak, yang harus segera Sehun selesaikan. Sesekali laki-laki itu memijat bahunya, membuat Surin menatapnya khawatir.

 

Surin bangkit dari posisi tidurnya untuk duduk bersila di kasur tersebut, membuat Sehun menoleh kebelakang, menyadari Surin yang terbangun dari tidurnya. “Belum tidur?” Ujarnya seraya tersenyum lembut. Surin menepuk kasurnya, menyuruh Sehun untuk duduk diatas dan laki-laki itu hanya menurut. Ia terduduk dipinggir kasur Surin sementara gadis itu langsung berpindah posisi kebelakang Sehun. Surin mengambil minyak kayu putih dari laci meja lampu yang berada disebelah kasurnya dan langsung mengolesinya di tengkuk leher Sehun, lalu memijatnya beberapa kali membuat Sehun tertawa kecil.

 

“Aku tidak apa-apa. Kembalilah tidur.” Surin yang tidak mendengarkan malah sibuk mencari koyo untuk ia tempelkan dimasing-masing bahu Sehun. Selepasnya, Sehun kembali tertawa. “Memangnya aku terlihat begitu renta saat ini? Tapi terima kasih, ini jauh lebih baik.” Ujarnya ketika merasakan rasa panas dari koyo tersebut mulai menjalar ke masing-masing bahunya yang benar-benar pegal akibat aktifitas yang ia lakukan diluar seharian.

 

“Pekerjaanmu masih banyak? Aku akan membantumu membereskannya.” Sehun menggeleng mendengar tawaran Surin barusan. “Sedikit lagi selesai dan aku akan langsung mengirimnya melalui email.” Lapor Sehun lalu kembali menyelesaikan pekerjaannya. Sehun menyandarkan bahunya pada sandaran kasur membuat Surin melakukan hal serupa disebelahnya.

 

Surin hanya memperhatikan Sehun dalam diam sementara laki-laki itu terus terfokus pada pekerjaannya. Rambut Sehun yang berjatuhan menutupi dahinya membuat Surin gemas sendiri sehingga saat ini ia meraih rambut Sehun dengan telunjuknya untuk menyingkirkannya ke samping agar Sehun tidak terganggu karenanya.

 

Jantung Surin berdegup dengan begitu cepat ketika membayangkan sosok Sehun yang seperti ini, sosok Sehun yang mengenakan kaos putih sebagai pakaian tidurnya inilah yang nantinya setiap hari akan Surin lihat ketika ia hendak tertidur maupun bangun tidur. Lamunannya buyar ketika Sehun menutup laptopnya dan meletakannya diatas meja lampu yang berada disamping kasurnya.

 

“Sudah selesai.” Ujarnya kemudian Surin mendapati Sehun melakukan hal serupa seperti yang ia lakukan beberapa saat yang lalu. Sehun memperhatikannya dengan lambat-lambat, membuat kedua pipi Surin lagi-lagi memunculkan warna kemerahan yang bagi Sehun terlihat begitu menggemaskan.

 

Sehun menarik Surin kedalam pelukan satu tangannya, membuat Surin kini menyandarkan kepalanya di dada bidang laki-laki itu sementara Sehun menyentuhkan dagunya pada puncak kepala Surin beberapa kali dengan lembut kemudian mengecupnya.

 

“Berada disini bersamamu, seperti ini, masih begitu diluar bayanganku.” Ujar Surin dengan volume suara yang kecil namun Sehun masih dapat mendengarnya.

 

“Jadi yang ada dibayanganmu itu seperti apa?” Tanya Sehun membuat Surin terkekeh.

 

“Aku tidak tahu, tapi yang pasti adegan ini tidak ada dalam bayanganku.” Jawabnya membuat Sehun langsung menatapnya dengan tatapan tidak suka.

 

“Kalau begitu aku akan membuatnya ada dan terus ada sampai-sampai kau sulit untuk melupakannya.”

 

Surin mendongak, mendapati Sehun yang kini tengah menatapnya lurus-lurus. Surin dapat merasakan tangan Sehun merengkuh pinggangnya, menghapus jarak yang tadi masih tersisa diantara tubuh mereka. Sehun menempelkan dahinya pada dahi Surin, menyentuhkan ujung hidung mereka beberapa kali seraya mengelus rambut gadis itu dengan sayang. Mereka bertahan pada posisi tersebut untuk beberapa menit, memandangi kedua manik mata satu sama lain, seolah saling berkomunikasi bagaimana keduanya begitu berharga bagi satu dengan yang lain.

 

Sehun mengecup ujung hidung Surin sebelum beralih pada bibir gadis itu. Dengan lembut Sehun menyapu permukaan bibir Surin, merasakan rasa raspberry dari lipbalm yang Surin kenakan, membuat otaknya seolah membeku dengan seketika. Sehun ingin merasakannya lebih jauh sehingga kini ia mulai melumat bibir Surin dengan perlahan tapi pasti, berusaha membawa Surin untuk menyeimbangi gerakannya yang semakin lama semakin cepat, seolah ingin mengklaim semua rasa raspberry yang tersisa di bibir gadis itu.

 

Surin meremas ujung kaos putih Sehun, membuat Sehun langsung mengerti bahwa gadis itu meminta ruang untuk bernapas. Sehun beralih mengecupi rona merah dipipi kiri Surin hanya untuk memastikan bahwa warna kemerahan itu semakin nyata terbentuk. Sehun kemudian kembali pada bibir Surin membuat gadis itu kini mengalungkan kedua tangannya dileher Sehun seraya terus menyeimbangi gerakan bibir Sehun yang begitu memabukkan. Surin memekik ditengah tautan bibirnya dengan Sehun ketika merasakan tangan laki-laki itu mengelus bagian samping tubuhnya, menimbulkan sensasi sengatan listrik keseluruh penjuru sel tubuh Surin.

 

“Besok bangun jam lima tidak telat, ya!!” Ibu Surin berteriak, bermaksud agar semua dapat mendengar pengumuman tersebut membuat Sehun dan Surin terkejut lalu kembali pada posisi mereka masing-masing dan detik berikutnya mereka sudah tertawa terbahak karena hal tersebut.

 

“Sehun-a, Surin-a, jangan lagi bercanda dan tertawa-tawa! Sudah malam, tidur!” Pinta ibunya dari luar membuat tawa mereka semakin menggelegar.

 

Sehun kemudian menyelimuti Surin dan mengecup dahi gadis itu dengan lembut. “Selamat tidur, Surin-a. Senangnya karena kali ini aku mengucapkannya secara langsung dan bukan dari pesan singkat seperti kemarin.”

 

Surin langsung tersipu sementara Sehun tertawa kecil dan kembali ke tempat tidurnya dibawah.

 

“Selamat tidur, Oh Sehun.”

 

Sehun tidak dapat memungkiri bagaimana ia sudah jatuh terlalu dalam pada sosok Surin dan semua yang ada pada gadis itu, bahkan ucapan selamat tidurnya yang terdengar begitu manis barusan.

 

…ataupun rasa raspberry miliknya yang juga begitu manis.

 

**

 

“Selamat untuk pernikahanmu, sepupuku!” Seru Surin kepada sepupu perempuannya yang kini tengah bersiap untuk melempar bucket bunganya. Sepupunya terlihat seperti menyuruh Surin untuk menangkapnya, membuat Surin segera mengambil ancang-ancang sementara laki-laki tampan dengan tuxedo-nya itu hanya berdiri dengan tenang.

 

“Tiga, dua, satu!”

 

Sepupunya melempar bucket bunga tersebut dan Surin langsung melompat begitu tinggi untuk menggapainya, namun gagal. Sehun lah yang lebih dulu menangkap bucket bunga itu. Sehun tersenyum senang seraya meledek Surin yang kini hanya mendengus.

 

“Bucket bunga tidak pernah berbohong, loh. Kalian adalah pasangan berikutnya yang akan menikah!” Seru ibunya membuat Sehun dan Surin tertawa. Kedua pasangan yang baru menikah segera meninggalkan gereja untuk menuju mobil yang telah meninggu mereka didepan. Semua keluarga berjalan mengikuti sambil bersorak senang. Anak-anak yang adalah pengiring pengantin kini beramai-ramai menyebarkan bunga pada kedua pasangan tersebut.

 

Atmosfer bahagia itu tidak hanya dirasakan oleh kedua pasangan tersebut, tapi juga oleh Sehun dan Surin yang kini masih berada didalam gereja tersebut. Sehun menyerahkan bunga yang baru diambilnya pada Surin seraya tersenyum senang. Gadis itu mengenakan terusan selutut berwarna merah gelap yang memperlihatkan bahunya yang indah. Rambut hitam panjangnya ia sanggul keatas, berhasil membuat Sehun berpikir bahwa tampilan Surin hari itu benar-benar sempurna.

 

Sehun mengambil sebuah kotak cincin dari balik jas hitamnya, lalu membukanya seraya menyerahkannya kehadapan Surin. Surin membelak tidak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang ini.

 

“Orang yang tepat akan datang diwaktu yang tepat pula. Ini adalah waktu yang tepat untuk memintamu menjadi pendamping hidupku, Surin-a.” Sehun berujar seraya menatap Surin yang sudah berkaca-kaca itu dengan tatapan lembutnya.

 

“Would you marry me and spend the rest of your life with me, Jang Surin?”

 

“Yes, of course I would, Oh Sehun.” Surin menitikan air mata bahagianya ketika Sehun memasangkan cincin tersebut di jari manisnya. Sehun kemudian memeluk Surin dengan erat yang langsung dibalas sama eratnya oleh gadis itu.

 

“Sejak awal aku tahu kau adalah orang yang tepat. You are the one, Surin-a.”

 

Yang Sehun dan Surin tahu, mereka benar-benar bahagia dan tidak sabar untuk menyambut hari-hari yang akan mereka lewati bersama. Hari-hari penuh kejutan dan hari-hari yang akan selalu terasa tepat apapun keadaannya karena pada dasarnya, mereka bersama orang yang tepat pula untuk satu sama lain.

 

-END.

 

YEEEEEEAYY! Bagaimana ff-nya? Semoga kalian suka ya! Sangat panjang, jujur aku takut ngebosenin aja huhu. Sehun emang manis banget minta diculik, bawa pulang aja selama-lamanya. Terima kasih sudah menyempatkan waktunya untuk membaca ff ini! Please give your thoughts about this ff! See you on the next project, lovely readers! ❤

6 comments

  1. Ayana · June 1, 2019

    Ya ampun manis sekali mereka bersua iniiiiiiiiii

    • Oh Marie · June 4, 2019

      HIHIHIHI HALOOO!! Sering-sering mampir dan tinggalin jejak yaaaaa ❤

  2. leeaerinsite · June 3, 2019

    Dobel apdet rasanya seneeng bangeeet… kangen sama oh sehun nya udh terobati. Akakakakkaka
    Direktur oh sekretaris jang 👍👍

    • Oh Marie · June 4, 2019

      Yeeeeeeeey! Terima kasih untuk komennyaaa! See you on the next project ❤

  3. junmyunni · June 9, 2019

    KENAPA AKU BARU BUKA SIIIIH? mana ada dua, bingung yg mana baca duluaaaaan 😂😂

    ff ini tuh berasa habis request yg working life, trus tiba2 ada. wkwkwkwk. lgsg keinget secretary kim. sumpah, berani banget si surin foto diam2. mana sehunnya tau……

    • Oh Marie · June 11, 2019

      HAAAAAAI JUNMYUNNIIIII! Makasih udah buka wordpress ini lagi dan ninggalin komen ya!!

      HAHAHA iya sepanjang ngetik juga gabisa berenti mikirin secretary kim!! Semoga suka dan semoga manisnya tersampaikan dengan baik ya ❤

Leave a reply to Oh Marie Cancel reply